Saya mulai berpikir tentang banyak hal belakangan ini. Rumah, keluarga, teman, pasangan hidup, karir, pendidikan, dan segala tetek-bengek lainnya soal kehidupan. Saya sudah menginjak angka 19. Saya sesungguhnya belum ingin memikirkan mau jadi apa. Saya ingin menikmati apa yang ada di piring saya pada hari ini, tanpa perlu kuatir esok masih adakah sesuatu untuk dimakan di atas piring saya. Namun, seorang idealis seperti saya ini dipaksa berpikir secara realistis oleh orang-orang yang telah makan asam garamnya kehidupan. Mulai dari mamy yang bertanya mau buat skripsi tentang apa, mulai dari papy yang sering-sering menyuruh saya mencari beasiswa, sampai teman-teman yang usianya lebih tua dari saya turut mengomentari berbagai hal yang baru kepikiran untuk saya lakoni.
Sesungguhnya, terselip kekuatiran dalam diri saya. Sedikit, tetapi tidak luput dari perhatian. Kekuatiran ketika sudah akan berkepala dua, kalau kata teman-teman dekat saya. Ah. Iyakah?
Apa yang kamu lakukan kalau kamu punya mesin waktu?
Huruf-huruf yang berjejer dan kursor yang berkedip
membuatku berpikir dalam, lama
jawabanku tentu klise
seperti kebanyakan orang
kembali ke masa lalu
banyak hal yang belum kucapai kala itu
lalu miris
kutekan
'enter' kemudian
Jakarta, di malam yang panas di bulan November
2014
No comments:
Post a Comment