1.09.2016

nostalgi(l)a

Hai.

Post pertama di tahun 2016 ini adalah soal nostalgia yang berujung mengingat saat-saat tergila. SMA. Okay. Sebenernya gue udah lupa pernah ngapain aja pas SMA. Serius. Selupa itu. Kemarin-kemarin, kelupaan gue ini juga menjadi bahan chat sama temen gue, sebut saja G (yang juga lupa pernah ngapain aja pas SMA). Kuliah empat tahun ngapain aja gue udah lupa, ini lagi SMA yang udah nyaris enam tahun lalu.

Jadi, malam ini gue iseng melakukan hobi gue, blogwalking, dan ngecek blog temen gue. Gue nge-klik post yang isinya banyak cerita dia bersama orang yang ia kasihi saat SMA, saat dia masih delapanbelas. Tau apa kita di usia delapanbelas selain rumus-rumus fisika, hafalan biologi, atau menghitung debit-kredit, yang semuanya akan diujikan untuk UTS UAS kala itu? Yeah, mungkin itu gue di usia tujuhbelas.

Masa SMA gue tidak segila itu sebenarnya. Boro-boro dibanggakan, yang dikenang aja apaan udah lupa. Selain pernah ikutan lomba bersama teman-teman, main kartu pas di kelas lagi nggak ada guru (yeah, main kartu!), main monopoli zaman harusnya sibuk persiapan UN. Eh ini kenangan dong ya jatuhnya? Haha, intinya believe me, zaman itu, main monopoli dan main kartu lebih asik main secara real dibanding main di dunia maya seperti zaman sekarang, you can't trade the laugh you share with your friends through virtual world. Yap masa SMA gue berwarna sebenarnya. Kelabu. Kadang biru muda, pernah sih merah muda, pernah juga merah jingga. Tapi lebih sering kelabu. Monoton. Gue tidak melakukan apapun untuk mengembangkan diri gue saat itu, gue bahkan menutup diri, dan menyesal saat ini. Serius. Gue menyesal karena menghalangi perkembangan diri gue dengan sebuah ketakutan yang kalo gue pikirin sekarang, (masih) mengerikan tapi sebenarnya nggak berhak jadi penghalang gue untuk maju. Gak ada yang berhak menghalangi seseorang untuk maju dan mengembangkan dirinya sendiri, itulah pikiran gue, yang saat ini umur duapuluh, bukan limabelas. 

Ternyata waktu memang memberikan kita ruang untuk berubah dalam berbagai aspek. Pemikiran adalah yang paling kentara dari semuanya itu. Waktu dan segala hal yang terjadi di dalamnya menempa seseorang. Mengubah. Entah lebih baik atau kurang baik. Tapi dari bernostalgia yang gue lakukan malam ini, gue menyadari bahwa gue berubah, teman gue berubah, mungkin dia juga sekarang cuma ketawa kalau baca post di blog-nya yang mendayu-dayu, mungkin menyesal, mungkin ada rasa lain lagi, sama seperti gue yang mengingat kejadian-kejadian yang sudah lalu. Perlu gue syukuri, kejadian-kejadian di masa lalu menempa gue menjadi gue yang ada di masa sekarang. Gue tidak bisa menyalahkan keadaan, bahkan sebenarnya gue nggak berhak. Kenapa? Karena keadaan sudah membentuk gue. Menjadi lebih baik. Setidaknya itulah yang gue dapatkan dan gue pikirkan.

Btw, gue tiba-tiba teringat lagi sebuah kenangan. Cabut bersama teman-teman akrab pas SMA. Cabut = bolos kelas. Hahaha... gue inget, pas itu jam istirahat kedua, siang-siang. Setelahnya adalah pelajaran Ekonomi. Sebenarnya gurunya baik, tapi... ya namanya bocah SMA, dikasih yang baik-baik kadang gak ngerti dan gak berterima kasih, jadilah kami memutuskan untuk tidak ikut pelajaran tersebut, refreshing. Itulah pikiran kami haha... Kami berempat saat itu. sebut saja, gue, G, I, dan A. Jujur, gue nggak pernah bolos sebelumnya. Takut banget gue sama yang begituan haha... Tapi teman gue si G dan A meyakinkan niat, bolos pake surat izin. Hahaha... zaman itu, surat izin untuk keluar sekolah ada di meja piket dan kayaknya si G pernah sampe fotokopi itu surat deh. Jadilah akhirnya surat izin tersebut tertera nama gue, G, I, dan A. Tau alasan apa yang kami pakai buat izin? Ikutan lomba Bahasa Indonesia! Kalo inget sekarang, astaga... apa yang sudah gue lakukan hahaha... Intinya kami cabut, dengan surat izin yg sudah ditanda tangani guru piket, dan beralasan ikut lomba, tanpa dicurigai (sepertinya). Lalu, naik mobil si A, kami ke Gading. Tapi lupa ngapain aja, yang gue inget kita jalan-jalan aja, terus kemudian pulang. Asli ga penting. Tapi setiap gue inget, gue senyum sendiri. Gue pernah bandel, gue menyesal, dan gue jadi tau apa yang harusnya nggak gue lakukan. Still, pergi sama mereka hari itu mengukir kenangan tersendiri yang masih bisa gue tertawakan hari ini.

No comments:

Post a Comment