1.29.2016

Ia P'lihara

Sejak kemarin malam, gue terbeban untuk berbagi tentang apa yang gue dapet dari perikop Alkitab dan bacaan saat teduh kemarin. Perikop Alkitab yang diberikan kemarin berasal dari Keluaran 16:11-31. Judul dalam Alkitab versi Terjemahan Baru dari bagian Alkitab ini adalah Manna, Sabat.

Apa sih manna itu? Menurut Kamus Alkitab, manna adalah makanan yang diberikan kepada orang Israel selama di padang belantara. Dideskripsikan begini: "...warnanya putih seperti ketumbar dan rasanya seperti kue madu." (Keluaran 16:31)
Tetapi Musa berkata kepada mereka: "Inilah roti yang diberikan TUHAN kepadamu menjadi makananmu. (Keluaran 16:15)
Yap, Bangsa Israel memiliki manna, roti yang langsung diturunkan Tuhan dari surga sebagai makanan mereka setiap harinya. Terus, kalau kita cermati selanjutnya, apa lagi yang difirmankan Tuhan kepada mereka?
Beginilah perintah Tuhan: Pungutlah itu, tiap-tiap orang menurut keperluannya; masing-masing kamu boleh mengambil untuk seisi kemahnya, segomer seorang, menurut jumlah jiwa. (Keluaran 16:16)
Musa berkata kepada mereka: "Seorangpun tidak boleh meninggalkan dari padanya sampai pagi." (Keluaran 16:19)
Selanjutnya kata Musa: "Makanlah itu pada hari ini, sebab hari ini adalah sabat untuk Tuhan, pada hari ini tidaklah kamu mendapatnya di padang. Enam hari lamanya kamu memungutnya, tetapi pada hari yang ketujuh ada sabat; maka roti itu tidak ada pada hari itu." (Keluaran 16:25-26) 
Gue menangkap ada tiga terms & conditions yang diberikan Tuhan buat Bangsa Israel, yakni:

  1. manna hanya boleh diambil seperlunya (dan menurut pemahaman gue, secukupnya), 
  2. tidak boleh disisakan sampai pagi, dan 
  3. tidak ada manna yang diturunkan dari surga pada hari Sabat.
Tapi Firman Tuhan bilang 
  1. "...ada yang tidak mendengarkan Musa dan meninggalkan dari padanya sampai pagi, lalu berulat dan berbau busuk." (Keluaran 16:20) 
  2. "Tetapi pada hari yang ketujuh ada dari bangsa itu yang keluar memungutnya, tidaklah mereka mendapatnya."
Ya, sejelas-jelas apapun Firman Tuhan yang disampaikan melalui Musa kepada mereka, mereka tetap tidak menjalankan sesuai dengan Firman Tuhan, mereka masih ada yang melanggar perintah Tuhan. Respon Tuhan adalah respon yang memukul gue kemarin saat membaca bagian ini:
Sebab itu TUHAN berfirman kepada Musa: "Berapa lama lagi kamu menolak mengikuti segala perintah-Ku dan hukum-Ku?"
Apa sih sebenernya yang membuat kita nggak bisa mengikuti perintah dan hukum yang sudah difirmankan Tuhan? Izinkan gue menjawab bahwa rasa ragu adalah penyebabnya. Gue melihat dari pelanggaran beberapa orang Bangsa Israel tadi. Mereka sudah diberitahu untuk mengambil seperlunya, bukan berlebihan tetapi gue berpikir, ada kemungkinan bahwa mungkin mereka ragu besok akan ada lagi makanan yang bisa mereka makan, secara mereka lagi di gurun coy. Mereka ragu sehingga nggak bisa sepenuhnya percaya sama pemeliharaan Tuhan yang berakibat pada kelalaian dalam menjalankan perintah dan hukum Tuhan. Padahal, Tuhan sudah berfirman:
"Aku telah mendengar sungut-sungut orang Israel; katakanlah kepada mereka: Pada waktu senja kamu akan makan daging dan pada waktu pagi kamu akan kenyang makan roti; maka kamu akan mengetahui, bahwa Akulah TUHAN, Allahmu." (Keluaran 16:12)
Dari sini, gue bahkan mendapatkan bahwa ketika Tuhan sudah berjanji memelihara, ya Dia akan pelihara, dengan cara yang bahkan kita gak akan pernah kepikiran. Bukti-buktinya ada dalam ayat selanjutnya toh, tiap pagi mereka diberi manna dan dibilang nggak kekurangan.

Seringkali, gue ini mikir dua kali dalam melaksanakan perintah dan hukum Tuhan. Ada keraguan yang diselingi dengan hitung-hitungan. "Bener nggak ya kalau gue nurut sama Tuhan, Tuhan akan kasih ini? Jangan-jangan nanti gue malah kena hal yang lebih buruk lagi." Pikiran-pikiran semacam inilah yang menurut gue merusak ketaatan seseorang dalam melaksanakan perintah dan hukum Tuhan. Keraguan akan pemeliharaanNya selama kita mengikuti perintah dan hukumNya membuat gue kadang nggak bisa enjoy untuk taat. Karena kita terkadang mikir dari sudut pandang kita sendiri secara manusia kalau kita taat sama perintahNya, kita akan susah, akan a b c d e lalala, pokoknya yang nyusahin kita aja yang terjadi.

Inti dari apa yang ingin gue bagikan di sini adalah mari kita belajar untuk tetap yakin dalam menjalankan perintah dan hukumNya karena kita tahu Dia memelihara dan supaya kita bisa tetap bersyukur dan bersukacita dalam pemeliharaanNya tersebut. 

1.15.2016

Nana

Apa yang kamu pikirkan saat terlintas di pikiranmu sebuah angka yang kau sebut tujuh?
Bulan Juli yang punya 31 hari?
atau jumlah hari dalam satu minggu yang seringkali kau sia-siakan?
dan mungkin terlintas di kepalamu tentang angka sempurna yang ada dalam Kitab Suci
Bahkan mungkin banyak waktu yang kau gunakan untuk tidur sepanjang malam
tujuh menit mendengar ceramah
dan tujuh-tujuh lain yang tiap orang beda-beda memaknainya

Aku lupa sejak kapan aku suka angka tujuh
Mungkin sejak ada anggapan yang berkata tujuh itu angka sempurna
atau bulan tujuh yang menakdirkanku lahir ke dalam dunia
Ah... malam ini aku menyadari bahwa ada alasan lain aku suka angka tujuh
Mungkin karena vokal dan konsonan yang membentuk nama seseorang itu jumlahnya tepat tujuh
tujuh huruf yang kadang ingin sekali kulempar saja ke Danau Mahoni
tujuh huruf yang seringkali kala renjana menggigit dipanggil tapi tetap yang kuterima adalah hening
ya, aku memanggilnya dalam diam, kadang dalam doa, kusampaikan pada Sang Pencipta
tujuh huruf yang kala geram kupanggil, kala sedih kucari, dan kala senang tempatku ingin berbagi

tujuh huruf, selamat tanggal limabelas yang ketujuh. tidak apa aku yang ingat saa. 

아이처럼 웃고
아이처럼 울고
고맙고 고맙다.

1.09.2016

nostalgi(l)a

Hai.

Post pertama di tahun 2016 ini adalah soal nostalgia yang berujung mengingat saat-saat tergila. SMA. Okay. Sebenernya gue udah lupa pernah ngapain aja pas SMA. Serius. Selupa itu. Kemarin-kemarin, kelupaan gue ini juga menjadi bahan chat sama temen gue, sebut saja G (yang juga lupa pernah ngapain aja pas SMA). Kuliah empat tahun ngapain aja gue udah lupa, ini lagi SMA yang udah nyaris enam tahun lalu.

Jadi, malam ini gue iseng melakukan hobi gue, blogwalking, dan ngecek blog temen gue. Gue nge-klik post yang isinya banyak cerita dia bersama orang yang ia kasihi saat SMA, saat dia masih delapanbelas. Tau apa kita di usia delapanbelas selain rumus-rumus fisika, hafalan biologi, atau menghitung debit-kredit, yang semuanya akan diujikan untuk UTS UAS kala itu? Yeah, mungkin itu gue di usia tujuhbelas.

Masa SMA gue tidak segila itu sebenarnya. Boro-boro dibanggakan, yang dikenang aja apaan udah lupa. Selain pernah ikutan lomba bersama teman-teman, main kartu pas di kelas lagi nggak ada guru (yeah, main kartu!), main monopoli zaman harusnya sibuk persiapan UN. Eh ini kenangan dong ya jatuhnya? Haha, intinya believe me, zaman itu, main monopoli dan main kartu lebih asik main secara real dibanding main di dunia maya seperti zaman sekarang, you can't trade the laugh you share with your friends through virtual world. Yap masa SMA gue berwarna sebenarnya. Kelabu. Kadang biru muda, pernah sih merah muda, pernah juga merah jingga. Tapi lebih sering kelabu. Monoton. Gue tidak melakukan apapun untuk mengembangkan diri gue saat itu, gue bahkan menutup diri, dan menyesal saat ini. Serius. Gue menyesal karena menghalangi perkembangan diri gue dengan sebuah ketakutan yang kalo gue pikirin sekarang, (masih) mengerikan tapi sebenarnya nggak berhak jadi penghalang gue untuk maju. Gak ada yang berhak menghalangi seseorang untuk maju dan mengembangkan dirinya sendiri, itulah pikiran gue, yang saat ini umur duapuluh, bukan limabelas. 

Ternyata waktu memang memberikan kita ruang untuk berubah dalam berbagai aspek. Pemikiran adalah yang paling kentara dari semuanya itu. Waktu dan segala hal yang terjadi di dalamnya menempa seseorang. Mengubah. Entah lebih baik atau kurang baik. Tapi dari bernostalgia yang gue lakukan malam ini, gue menyadari bahwa gue berubah, teman gue berubah, mungkin dia juga sekarang cuma ketawa kalau baca post di blog-nya yang mendayu-dayu, mungkin menyesal, mungkin ada rasa lain lagi, sama seperti gue yang mengingat kejadian-kejadian yang sudah lalu. Perlu gue syukuri, kejadian-kejadian di masa lalu menempa gue menjadi gue yang ada di masa sekarang. Gue tidak bisa menyalahkan keadaan, bahkan sebenarnya gue nggak berhak. Kenapa? Karena keadaan sudah membentuk gue. Menjadi lebih baik. Setidaknya itulah yang gue dapatkan dan gue pikirkan.

Btw, gue tiba-tiba teringat lagi sebuah kenangan. Cabut bersama teman-teman akrab pas SMA. Cabut = bolos kelas. Hahaha... gue inget, pas itu jam istirahat kedua, siang-siang. Setelahnya adalah pelajaran Ekonomi. Sebenarnya gurunya baik, tapi... ya namanya bocah SMA, dikasih yang baik-baik kadang gak ngerti dan gak berterima kasih, jadilah kami memutuskan untuk tidak ikut pelajaran tersebut, refreshing. Itulah pikiran kami haha... Kami berempat saat itu. sebut saja, gue, G, I, dan A. Jujur, gue nggak pernah bolos sebelumnya. Takut banget gue sama yang begituan haha... Tapi teman gue si G dan A meyakinkan niat, bolos pake surat izin. Hahaha... zaman itu, surat izin untuk keluar sekolah ada di meja piket dan kayaknya si G pernah sampe fotokopi itu surat deh. Jadilah akhirnya surat izin tersebut tertera nama gue, G, I, dan A. Tau alasan apa yang kami pakai buat izin? Ikutan lomba Bahasa Indonesia! Kalo inget sekarang, astaga... apa yang sudah gue lakukan hahaha... Intinya kami cabut, dengan surat izin yg sudah ditanda tangani guru piket, dan beralasan ikut lomba, tanpa dicurigai (sepertinya). Lalu, naik mobil si A, kami ke Gading. Tapi lupa ngapain aja, yang gue inget kita jalan-jalan aja, terus kemudian pulang. Asli ga penting. Tapi setiap gue inget, gue senyum sendiri. Gue pernah bandel, gue menyesal, dan gue jadi tau apa yang harusnya nggak gue lakukan. Still, pergi sama mereka hari itu mengukir kenangan tersendiri yang masih bisa gue tertawakan hari ini.