3.27.2016

in order for a star to shine
another star must sacrifice itself
another star must die

i don't know if now i'm going to sacrifice myself
in order for you to shine brighter than sunshine

3.20.2016

Gu.

kita tak perlu bertanya kenapa
dan mungkin tidak perlu lagi menjelaskan apa-apa
mungkin kita sudah saling tahu
atau masih asing tapi malah tak mau cari tahu

3.03.2016

Salah Fokus

Akhir-akhir ini, gue merasa bahwa banyak rintangan yang gue hadapi, membuat gue pada akhirnya menjadi malas untuk mencapai tujuan-tujuan dan goals yang sudah gue set sendiri. Ada beberapa goals yang harusnya bisa gue capai tahun ini, tapi karena udah keburu takut duluan sama rintangannya, gue mundur dari usaha untuk mencapai tujuan tersebut.

And here comes His words to me...

Gue tertampar (untuk yang kesekian kalinya). Perikopnya adalah Bilangan 14:1-9. Bangsa Israel bersungut-sungut saat mengetahui bahwa mencapai tujuan mereka, negeri yang dijanjikan Tuhan, ternyata tidak semudah itu diraih. Secara, bangsa yang mendiami negeri tersebut orangnya kuat-kuat, kotanya berkubu-kubu dan sangat besar, lebih kuat dari Bangsa Israel (Bilangan 13:28, 31). Kabar dari pengintai-pengintai negeri tersebut membuat Bangsa Israel pada akhirnya bersungut-sungut minta pulang lagi ke Mesir. Selain minta pulang, Bangsa Israel bahkan mempertanyakan kenapa Tuhan membawa mereka keluar dari Mesir hanya untuk tewas dan jadi tawanan, lantas mulailah mereka ide, bahwa lebih baik mereka tinggal di Mesir daripada lenyap dibinasakan bangsa lain. Rintangan membuat Bangsa Israel ingin menyerah aja untuk meraih apa yang sudah dijanjikan Tuhan.

Tapi, adalah Yosua bin Nun dan Kaleb bin Yefune yang mencoba meyakinkan Bangsa Israel.
...dan berkata kepada segenap umat Israel: "Negeri yang kami lalui untuk diintai itu adalah luar biasa baiknya. Jika TUHAN berkenan kepada kita, maka Ia akan membawa kita masuk ke negeri itu dan akan memberikannya pada kita, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya. (Bilangan 14:7-8)
Selain meyakinkan Bangsa Israel soal negeri tersebut, mereka berdua juga mengingatkan apa yang perlu umat Israel lakukan:
Hanya, janganlah memberontak kepada Tuhan, dan janganlah takut kepada bangsa negeri itu, sebab mereka akan kita telan habis. Yang melindungi mereka sudah meninggalkan mereka, sedang TUHAN menyertai kita; janganlah takut kepada mereka." (Bilangan 14:9)
Wow.

Seringkali gue bersikap seperti kesepuluh pengintai dan Bangsa Israel. Contohnya seperti yang sudah gue sebutkan di atas, ketika gue memiliki sebuah tujuan yang ingin gue capai. Gue sudah keburu menyerah ketika melihat rintangan-rintangan di depan mata yang akan gue hadapi atau ketika gue sedang dalam proses untuk mencapai tujuan tersebut, adanya rintangan yang gue hadapi membuat gue putus asa, kecewa, dan akhirnya gue membuang tujuan itu. Kemudian gue kembali berjalan tak tentu arah. Gue menyerah bahkan sebelum mulai usaha. Ya, Bangsa Israel belum memulai usahanya untuk menduduki negeri tersebut, tapi sudah keburu nyerah karena mendengar berita soal lawan mereka. Kata-kata Yosua dan Kaleb di sini meyakinkan Bangsa Israel saat itu tentang SIAPA yang menyertai dan bukan APA yang merintangi mereka.

Fokus kita dalam kehidupan ini seringkali lebih  pada kesulitan yang kita hadapi sehingga pada akhirnya kita lupa apa sesungguhnya tujuan kita dan siapa sesungguhnya yang mampu dan berkuasa menyertai kita. Salah fokus. Yep. Kesalahan dalam meletakkan fokus kita berdampak pada motivasi kita mengusahakan suatu hal. Kalau kita fokusnya sama kesusahan, kita lebih gampang terdemotivasi. Akhirnya ya itu, seperti gue, melupakan tujuan, melepas begitu saja kesempatan yang mungkin sebenarnya sudah Tuhan sediakan buat gue.

Dari Firman Tuhan hari ini gue kembali belajar dan diingatkan pentingnya membetulkan fokus gue yang kadang-kadang salah. Harusnya kita meletakkan fokus pada SIAPA yang menyertai kita. Ketika kita kembali meletakkan fokus kita pada kuasaNya, pada kemampuanNya, pada kekuatanNya, pada kebaikanNya untuk kita, pada kasihNya, kita akan lebih termotivasi dibandingkan terdemotivasi.

Satu pesan lagi di sini yang gue dapatkan adalah tentang tunduk dan taat. Tidak memberontak sama Dia. Gue berpikir bahwa Yosua dan Kaleb adalah dua orang yang tetap tunduk, taat, nurut, dan percaya sama apa yang Tuhan katakan, bahkan ketika situasinya pada saat itu rasanya mengecilkan hati kawan-kawan mereka pengintai yang lain. Kata Bapak Rick Warren dalam buku The Purpose Driven Life, ketaatan membuka kuasa Allah. Gue menyimpulkan bahwa tunduk dan taat adalah hal yang juga penting untuk membuat kita kembali fokus sama Dia dan meyakini penyertaan dan kuasaNya dalam setiap rintangan yang kita hadapi untuk mencapai sebuah tujuan.

Akhir kata, it's not about me and my problems. It's all about my God, obedience, His purpose and His power.

Fokuslah pada SIAPA yang menyertai dan bukan pada APA yang merintangi.

Nighty night.

2.16.2016

hachi.

semoga kita tetap berputar
seperti lingkaran-lingkaran tak berujung
yang membentuk sebuah angka bernama delapan
seperti lingkaran-lingkaran tak berujung
yang membentuk lambang kekekalan
tetap jadi makna walau tanpa kata

1.29.2016

Ia P'lihara

Sejak kemarin malam, gue terbeban untuk berbagi tentang apa yang gue dapet dari perikop Alkitab dan bacaan saat teduh kemarin. Perikop Alkitab yang diberikan kemarin berasal dari Keluaran 16:11-31. Judul dalam Alkitab versi Terjemahan Baru dari bagian Alkitab ini adalah Manna, Sabat.

Apa sih manna itu? Menurut Kamus Alkitab, manna adalah makanan yang diberikan kepada orang Israel selama di padang belantara. Dideskripsikan begini: "...warnanya putih seperti ketumbar dan rasanya seperti kue madu." (Keluaran 16:31)
Tetapi Musa berkata kepada mereka: "Inilah roti yang diberikan TUHAN kepadamu menjadi makananmu. (Keluaran 16:15)
Yap, Bangsa Israel memiliki manna, roti yang langsung diturunkan Tuhan dari surga sebagai makanan mereka setiap harinya. Terus, kalau kita cermati selanjutnya, apa lagi yang difirmankan Tuhan kepada mereka?
Beginilah perintah Tuhan: Pungutlah itu, tiap-tiap orang menurut keperluannya; masing-masing kamu boleh mengambil untuk seisi kemahnya, segomer seorang, menurut jumlah jiwa. (Keluaran 16:16)
Musa berkata kepada mereka: "Seorangpun tidak boleh meninggalkan dari padanya sampai pagi." (Keluaran 16:19)
Selanjutnya kata Musa: "Makanlah itu pada hari ini, sebab hari ini adalah sabat untuk Tuhan, pada hari ini tidaklah kamu mendapatnya di padang. Enam hari lamanya kamu memungutnya, tetapi pada hari yang ketujuh ada sabat; maka roti itu tidak ada pada hari itu." (Keluaran 16:25-26) 
Gue menangkap ada tiga terms & conditions yang diberikan Tuhan buat Bangsa Israel, yakni:

  1. manna hanya boleh diambil seperlunya (dan menurut pemahaman gue, secukupnya), 
  2. tidak boleh disisakan sampai pagi, dan 
  3. tidak ada manna yang diturunkan dari surga pada hari Sabat.
Tapi Firman Tuhan bilang 
  1. "...ada yang tidak mendengarkan Musa dan meninggalkan dari padanya sampai pagi, lalu berulat dan berbau busuk." (Keluaran 16:20) 
  2. "Tetapi pada hari yang ketujuh ada dari bangsa itu yang keluar memungutnya, tidaklah mereka mendapatnya."
Ya, sejelas-jelas apapun Firman Tuhan yang disampaikan melalui Musa kepada mereka, mereka tetap tidak menjalankan sesuai dengan Firman Tuhan, mereka masih ada yang melanggar perintah Tuhan. Respon Tuhan adalah respon yang memukul gue kemarin saat membaca bagian ini:
Sebab itu TUHAN berfirman kepada Musa: "Berapa lama lagi kamu menolak mengikuti segala perintah-Ku dan hukum-Ku?"
Apa sih sebenernya yang membuat kita nggak bisa mengikuti perintah dan hukum yang sudah difirmankan Tuhan? Izinkan gue menjawab bahwa rasa ragu adalah penyebabnya. Gue melihat dari pelanggaran beberapa orang Bangsa Israel tadi. Mereka sudah diberitahu untuk mengambil seperlunya, bukan berlebihan tetapi gue berpikir, ada kemungkinan bahwa mungkin mereka ragu besok akan ada lagi makanan yang bisa mereka makan, secara mereka lagi di gurun coy. Mereka ragu sehingga nggak bisa sepenuhnya percaya sama pemeliharaan Tuhan yang berakibat pada kelalaian dalam menjalankan perintah dan hukum Tuhan. Padahal, Tuhan sudah berfirman:
"Aku telah mendengar sungut-sungut orang Israel; katakanlah kepada mereka: Pada waktu senja kamu akan makan daging dan pada waktu pagi kamu akan kenyang makan roti; maka kamu akan mengetahui, bahwa Akulah TUHAN, Allahmu." (Keluaran 16:12)
Dari sini, gue bahkan mendapatkan bahwa ketika Tuhan sudah berjanji memelihara, ya Dia akan pelihara, dengan cara yang bahkan kita gak akan pernah kepikiran. Bukti-buktinya ada dalam ayat selanjutnya toh, tiap pagi mereka diberi manna dan dibilang nggak kekurangan.

Seringkali, gue ini mikir dua kali dalam melaksanakan perintah dan hukum Tuhan. Ada keraguan yang diselingi dengan hitung-hitungan. "Bener nggak ya kalau gue nurut sama Tuhan, Tuhan akan kasih ini? Jangan-jangan nanti gue malah kena hal yang lebih buruk lagi." Pikiran-pikiran semacam inilah yang menurut gue merusak ketaatan seseorang dalam melaksanakan perintah dan hukum Tuhan. Keraguan akan pemeliharaanNya selama kita mengikuti perintah dan hukumNya membuat gue kadang nggak bisa enjoy untuk taat. Karena kita terkadang mikir dari sudut pandang kita sendiri secara manusia kalau kita taat sama perintahNya, kita akan susah, akan a b c d e lalala, pokoknya yang nyusahin kita aja yang terjadi.

Inti dari apa yang ingin gue bagikan di sini adalah mari kita belajar untuk tetap yakin dalam menjalankan perintah dan hukumNya karena kita tahu Dia memelihara dan supaya kita bisa tetap bersyukur dan bersukacita dalam pemeliharaanNya tersebut. 

1.15.2016

Nana

Apa yang kamu pikirkan saat terlintas di pikiranmu sebuah angka yang kau sebut tujuh?
Bulan Juli yang punya 31 hari?
atau jumlah hari dalam satu minggu yang seringkali kau sia-siakan?
dan mungkin terlintas di kepalamu tentang angka sempurna yang ada dalam Kitab Suci
Bahkan mungkin banyak waktu yang kau gunakan untuk tidur sepanjang malam
tujuh menit mendengar ceramah
dan tujuh-tujuh lain yang tiap orang beda-beda memaknainya

Aku lupa sejak kapan aku suka angka tujuh
Mungkin sejak ada anggapan yang berkata tujuh itu angka sempurna
atau bulan tujuh yang menakdirkanku lahir ke dalam dunia
Ah... malam ini aku menyadari bahwa ada alasan lain aku suka angka tujuh
Mungkin karena vokal dan konsonan yang membentuk nama seseorang itu jumlahnya tepat tujuh
tujuh huruf yang kadang ingin sekali kulempar saja ke Danau Mahoni
tujuh huruf yang seringkali kala renjana menggigit dipanggil tapi tetap yang kuterima adalah hening
ya, aku memanggilnya dalam diam, kadang dalam doa, kusampaikan pada Sang Pencipta
tujuh huruf yang kala geram kupanggil, kala sedih kucari, dan kala senang tempatku ingin berbagi

tujuh huruf, selamat tanggal limabelas yang ketujuh. tidak apa aku yang ingat saa. 

아이처럼 웃고
아이처럼 울고
고맙고 고맙다.

1.09.2016

nostalgi(l)a

Hai.

Post pertama di tahun 2016 ini adalah soal nostalgia yang berujung mengingat saat-saat tergila. SMA. Okay. Sebenernya gue udah lupa pernah ngapain aja pas SMA. Serius. Selupa itu. Kemarin-kemarin, kelupaan gue ini juga menjadi bahan chat sama temen gue, sebut saja G (yang juga lupa pernah ngapain aja pas SMA). Kuliah empat tahun ngapain aja gue udah lupa, ini lagi SMA yang udah nyaris enam tahun lalu.

Jadi, malam ini gue iseng melakukan hobi gue, blogwalking, dan ngecek blog temen gue. Gue nge-klik post yang isinya banyak cerita dia bersama orang yang ia kasihi saat SMA, saat dia masih delapanbelas. Tau apa kita di usia delapanbelas selain rumus-rumus fisika, hafalan biologi, atau menghitung debit-kredit, yang semuanya akan diujikan untuk UTS UAS kala itu? Yeah, mungkin itu gue di usia tujuhbelas.

Masa SMA gue tidak segila itu sebenarnya. Boro-boro dibanggakan, yang dikenang aja apaan udah lupa. Selain pernah ikutan lomba bersama teman-teman, main kartu pas di kelas lagi nggak ada guru (yeah, main kartu!), main monopoli zaman harusnya sibuk persiapan UN. Eh ini kenangan dong ya jatuhnya? Haha, intinya believe me, zaman itu, main monopoli dan main kartu lebih asik main secara real dibanding main di dunia maya seperti zaman sekarang, you can't trade the laugh you share with your friends through virtual world. Yap masa SMA gue berwarna sebenarnya. Kelabu. Kadang biru muda, pernah sih merah muda, pernah juga merah jingga. Tapi lebih sering kelabu. Monoton. Gue tidak melakukan apapun untuk mengembangkan diri gue saat itu, gue bahkan menutup diri, dan menyesal saat ini. Serius. Gue menyesal karena menghalangi perkembangan diri gue dengan sebuah ketakutan yang kalo gue pikirin sekarang, (masih) mengerikan tapi sebenarnya nggak berhak jadi penghalang gue untuk maju. Gak ada yang berhak menghalangi seseorang untuk maju dan mengembangkan dirinya sendiri, itulah pikiran gue, yang saat ini umur duapuluh, bukan limabelas. 

Ternyata waktu memang memberikan kita ruang untuk berubah dalam berbagai aspek. Pemikiran adalah yang paling kentara dari semuanya itu. Waktu dan segala hal yang terjadi di dalamnya menempa seseorang. Mengubah. Entah lebih baik atau kurang baik. Tapi dari bernostalgia yang gue lakukan malam ini, gue menyadari bahwa gue berubah, teman gue berubah, mungkin dia juga sekarang cuma ketawa kalau baca post di blog-nya yang mendayu-dayu, mungkin menyesal, mungkin ada rasa lain lagi, sama seperti gue yang mengingat kejadian-kejadian yang sudah lalu. Perlu gue syukuri, kejadian-kejadian di masa lalu menempa gue menjadi gue yang ada di masa sekarang. Gue tidak bisa menyalahkan keadaan, bahkan sebenarnya gue nggak berhak. Kenapa? Karena keadaan sudah membentuk gue. Menjadi lebih baik. Setidaknya itulah yang gue dapatkan dan gue pikirkan.

Btw, gue tiba-tiba teringat lagi sebuah kenangan. Cabut bersama teman-teman akrab pas SMA. Cabut = bolos kelas. Hahaha... gue inget, pas itu jam istirahat kedua, siang-siang. Setelahnya adalah pelajaran Ekonomi. Sebenarnya gurunya baik, tapi... ya namanya bocah SMA, dikasih yang baik-baik kadang gak ngerti dan gak berterima kasih, jadilah kami memutuskan untuk tidak ikut pelajaran tersebut, refreshing. Itulah pikiran kami haha... Kami berempat saat itu. sebut saja, gue, G, I, dan A. Jujur, gue nggak pernah bolos sebelumnya. Takut banget gue sama yang begituan haha... Tapi teman gue si G dan A meyakinkan niat, bolos pake surat izin. Hahaha... zaman itu, surat izin untuk keluar sekolah ada di meja piket dan kayaknya si G pernah sampe fotokopi itu surat deh. Jadilah akhirnya surat izin tersebut tertera nama gue, G, I, dan A. Tau alasan apa yang kami pakai buat izin? Ikutan lomba Bahasa Indonesia! Kalo inget sekarang, astaga... apa yang sudah gue lakukan hahaha... Intinya kami cabut, dengan surat izin yg sudah ditanda tangani guru piket, dan beralasan ikut lomba, tanpa dicurigai (sepertinya). Lalu, naik mobil si A, kami ke Gading. Tapi lupa ngapain aja, yang gue inget kita jalan-jalan aja, terus kemudian pulang. Asli ga penting. Tapi setiap gue inget, gue senyum sendiri. Gue pernah bandel, gue menyesal, dan gue jadi tau apa yang harusnya nggak gue lakukan. Still, pergi sama mereka hari itu mengukir kenangan tersendiri yang masih bisa gue tertawakan hari ini.