1.03.2017

Perenungan Tahun Baru

Meninggalkan 2016, perasaan gue sebenarnya cukup terombang-ambing. Mengingat di awal bulan Januari 2017 gue harus menghadapi sebuah kenyataan yang bittersweet (dan berdoa agar ini berakhir sweet #ea) dan sesungguhnya belum ada goals tertentu untuk tahun 2017 mau mencapai apa.

Kalau gue bercermin ke tahun 2016, gue merasa banyak hal yang kecil-kecil namun indah sekali. Sayangnya, gue nggak sempat merenung pada malam tahun baru atau mengingat kejadian lampau pada malam-malam sebelumnya. Gue baru bisa melakukan ini dalam perjalanan sepulang dari gereja dan saat perjalanan pergi ke satu tempat pada tanggal 1.

Mengingat 2016, gue menyadari sebagai manusia gue merasa masih sangat kurang. Resolusi yang gue tuliskan di awal tahun akhirnya harus menghilang di tengah-tengah karena gue tidak giat (jujur) dan memang belum punya kesempatan. Baru malam hari ini gue menyadari bahwa resolusi yang gue tuliskan itu sebenarnya ambisi sendiri berkedok resolusi. Tidak digumulkan, cuma didoakan setelah menulis supaya dilancarkan oleh Tuhan. Ada beberapa yang gue pikir saat ini, mungkin gue tulis hal tersebut karena gue iri pada pencapaian orang lain, ada resolusi yang gue tulis terlalu muluk, percaya gue bisa tapi berujung dengan gue bersandar pada kekuatan sendiri dan gagal, ada resolusi yang gue tulis hanya karena gue ingin, tapi tanpa tahu apa tujuannya. Let me tell you, when you don't have something called purpose, ambyar sudah semua resolusimu, nak.

Dari sekian banyak canda tawa air mata pada tahun 2016, ada beberapa hal yang gue ingat...

1. Gue bisa selamat lulus sidang skripsi pada bulan Juni 2016. Ini out of target sebenernya. Gue menargetkan April 2016 skripsi kelar, namun ternyata bulan Juni pun gue masih sibuk revisi. Huft. Tapi, puji Tuhan, Ia masih memimpin, menyemangati, memberi kekuatan, di tengah-tengah keputus asaan gue mengerjakan skripsi. Puji Tuhan, banyak teman-teman yang mengingatkan dan saudara yang membantu proses setelahnya.

2. Menyandang gelar sarjana.

3. Belum lulus, sudah bekerja. Ya walaupun gue sebelumnya mengajar, tapi ini gue beneran dipekerjakan di perusahaan. Perusahaan komik dan nanti bakal bikin webtoon. Pekerjaan gue berawal dari jadi freelancer dan kemudian sekarang sudah jadi penerjemah kontrak. Gue mulai bekerja April 2016 dan... senang dapat berada di lingkungan yang friendly dan welcome. Bahkan bosnya baik sekali :")

4. Baru ingat juga, Tuhan memperkenankan untuk gue menjadi speaker (bukan, bukan benda berwarna hitam itu) pada sebuah acara di SMP gue. Gue yang cuma butiran debu kosmos diminta mengajarkan anak-anak SMP tentang sebuah tujuan (yang mana kadang aja gue merasa masih gagal mencapai tujuan, huft). Intinya sih sebenernya lebih ke sharing pengalaman pribadi tentang bagaimana dulu gue belajar dan lain-lain.

5. Selain jadi speaker, pelayanan ini kemudian berlanjut di acara retreat SMP pada bulan September 2016. Awalnya ditawari, sempet galau, kemudian temen gue mendukung buat ikut. Akhirnya gue iyakan. Gue menjadi pemimpin kamar untuk putri-putri kelas 8 dengan latar belakang macam-macam. Main-main sama anak SMP (membuat gue merasa awet muda) dan ya luar biasa pokoknya lah.

6. Dikirimi e-mail oleh FIFA. Yap.. gue tau mungkin ini hanya e-mail yang juga dikirim ke ratusan ribu orang bakal calon volunteer untuk Piala Dunia 2018. Tapi... gue bahagia melihat e-mail dari FIFA sempat mampir ke kotak masuk gue :")

Gue nggak bisa mengingat hal lainnya, ini adalah enam hal yang paling berkesan buat gue selama 2016. Gue juga nggak akan bisa menggapai semua ini kalau nggak karena anugerah-Nya.

Jujur, malam ini gue jadi kepikiran. Selama ini resolusi yang gue buat kayaknya nggak pakai acara nanya Tuhan. Maunya bikin, Tuhan tinggal accept aja. Bantu lancarkan. Seringkali kita maunya "inginku" dan bukan "ingin-Nya". Lupa kita nanya "Tuhan, tahun ini, Kau mau memakaiku untuk apa?". Gue kepikiran ini setelah pembacaan Firman Tuhan kemarin.
Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! (Roma 11:36 TB)
Tercipta sebab karena Tuhan, untuk Tuhan, dan kepada Tuhan. Demikianlah diri ini seharusnya. Bukan lagi aku, tapi Dia. Bukan lagi inginku, tapi ingin-Nya.  Bahwa segala yang keinginan gue seharusnya berlandaskan keinginanNya, makanya kudu tanya, bukan sekedar buat acc.

Jadi, tahun ini lo mau ngapain Le? Semoga segera diterangi untuk tahu apa yang harus dilakukan bagiNya pada tahun 2017 ini.

12.07.2016

Crazy Little Thing Called Love

Akhir-akhir ini gue agak malas membuka media sosial. Sebagian besar orang mungkin punya kemalasan yang sama setelah adanya beragam kemelut yang banyak di-posting orang. Banyak pula posting yang isinya menyebarkan perbedaan prinsip kemudian berujung membangkitkan amarah pihak-pihak tertentu. Gue termasuk pihak yang jujur saja sempat tersulut kemarahan. Sempat, karena setelah gue melihat banyak sisi dan mendengar pendapat berbagai orang, gue merasa kemarahan bukanlah opsi yang tepat untuk menanggapi beragam hal yang terjadi akhir-akhir ini.

Tapi pagi ini, gue membaca satu bagian Firman Tuhan yang menusuk sekali. Rasanya kemarahan gue semacam ditumbuk-tumbuk (?) ketika baca ini:
Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita. (1 Yohanes 4:19 TB)
Wow. Kita mengasihi bukan karena orang yang kita kasihi baik sama kita. Kita mengasihi bukan karena orang yang kita kasihi itu kenal sama kita. Tapi kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita. Kita baru bisa mengasihi ketika Allah itu tinggal berhuni di dalam kita. Kita mengasihi sebagai wujud dari Dia yang tinggal dalam kita, Dia yang lebih dahulu mengasihi kita. Dengan kasih, Allah mau supaya anak-anakNya memancarkan Dia, Dia yang kasih. Pada siapa? Pada siapa saja. Bahkan pada orang-orang yang kita pikir nggak berhak menerima kasih, entah karena menyakiti hati kita, atau karena menganiaya kita.

Dengan kasih, kita menutupi banyak sekali pelanggaran. Bukan berarti ada sebuah kesalahan kemudian kita tutupi. Tapi kita dapat mengampuni dengan kasih. Sumber segala kemarahan dan kekecewaan kita itu seringkali berasal dari ketidak mampuan kita untuk mengampuni. Kasih membuat kita dimampukan, diberikan kemauan untuk mengampuni, walaupun kelihatannya sulit. Tapi kasih selalu punya cara.

Di tengah-tengah situasi saat ini, sulit pasti untuk menunjukkan kasih lewat kebaikan pada orang-orang, tapi ketika apa yang dilakukan based on love, selalu ada cara untuk menunjukkan kebaikan tersebut pada orang lain. Gak sekedar sama orang yang kita kenal, gak sekedar sama saudara seiman, tapi bahkan pada orang yang bukan seiman pun.

Kemarahan gak akan menyelesaikan suatu masalah. Kemarahan hanya akan membangkitkan amarah yang lainnya. Tetapi satu hal bernama kasih, sanggup buat meredakan amarah, sanggup untuk terus memancarkan kebaikan, selalu punya cara untuk memancarkan Dia dan semua hal yang baik dan benar...

I think, this is why people said, "Crazy little thing called love." Because love can make you forgive what others say can't, love can make you do everything others say can't. That's how crazy love is. 

And my God, is The Love itself. 

11.19.2016


After discussing about boy-girls-romantic relationship with one of my friend, I came to this conclusion... well, it might be different with what everyone else thinking about, but... this is what I've got.
The biggest temptation in a romantic relationship is not distance, it's lust.

11.14.2016

Movie: Before I Wake

Ya... posternya menurut gue sudah cukup horror...
Jadi hari Jumat yang lalu, gue iseng menonton sebuah trailer film berjudul "Before I Wake". Karena tokoh utama dalam film ini adalah seorang anak yang punya gangguan tidur dan gue kadang juga susah tidur, jadilah gue penasaran. Ngomong-ngomong, gue bukan orang yang berani nonton film horror atau thriller, tapi film ini mengusung genre horror, fantasi, dan supernatural.  So... I faced my fear when I decided to watch this movie. Karena gue penakut, gue akhirnya menonton film ini saat istirahat siang bersama dengan teman-teman di kantor.

Cerita "Before I Wake" dimulai dengan Cody, anak laki-laki berusia 8 tahun yang sudah tidak memiliki sanak keluarga satupun. Ibunya meninggal saat ia masih kecil dan akhirnya, ia diasuh oleh keluarga Hobson. Keluarga Hobson, yakni Tuan Mark dan Ibu Jessie, baru saja kehilangan anak laki-laki mereka, Shawn, karena sebuah kecelakaan. Cody ini anaknya manis, mandiri, dan dia punya sebuah keistimewaan. Keistimewaan Cody adalah saat ia jatuh tertidur dan bermimpi, mimpi Cody akan menjadi kenyataan. Awalnya, mimpi Cody di rumah keluarga Hobson adalah mimpi-mimpi yang indah sehingga membuat takjub Mark dan Jessie. Bahkan melalui mimpi Cody, mereka bisa kembali bertemu Shawn yang sudah tiada. Namun, tidak selamanya Cody bermimpi indah. Mimpi Cody berubah menjadi mimpi buruk yang kemudian mengancam orang-orang di sekitarnya. The Canker Man, adalah momok menakutkan yang berasal dari mimpi buruk Cody dan bisa melahap orang-orang di sekitarnya. Hingga akhirnya pada suatu malam, The Canker Man melahap Mark. Mulai saat itu, Jessie mulai mencari latar belakang Cody dan keistimewaannya.

Yang akan gue tulis berikutnya adalah opini gue setelah menonton film ini. Jadi, ini penilaian yang sangat subjektif dari orang yang tidak terbiasa menonton horror.

Film ini tidak terlalu menakutkan untuk dikategorikan sebagai film horror. Setannya, yaitu The Canker Man, menurut gue tidak terlalu menyeramkan (tapi horror juga bro kalo didatengin doi sambil dibisikkin "I will always be with you."). Ketika menonton film ini, teman gue yang bisa nonton horror justru ketiduran, mungkin dia bosan. Awalnya kita juga bakal bosen sama ceritanya karena ya... mengalir aja, pun setannya gak muncul-muncul. Film ini nggak membuat kaget seperti film horror pada umumnya. Sosok menyeramkan yang muncul juga munculnya semacam monster di film kartun anak-anak... Cuma ya aura-aura rumah dan suasananya aja yang seram (?). Tapi... gue sendiri tidak menyesal menonton film ini hingga mencapai konklusinya di akhir. Thanks to cutie Cody yang menggemaskan juga...
That eyes <3
Konklusi yang gue dapat adalah bahwa monster yang selama ini kita pikir ada dari luar diri kita, sebenarnya diciptakan oleh pikiran kita sendiri. Monster ini mengganggu dan menakuti kita karena mungkin sebuah ingatan yang terus melekat dalam kita. Monster ini bisa jadi berupa asumsi-asumsi kita yang tidak berdasar, yang tidak  kita ketahui dengan yakin kebenarannya. Seperti Cody, karena tidak ada yang memberitahunya kebenaran, dan ia yang masih kecil mungkin juga tidak berusaha mencari tahu, ia terus aja berpikir bahwa The Canker Man adalah setan yang gak akan ngelepasin dia, padahal sesungguhnya The Canker Man adalah... yah, silakan tonton filmnya hingga selesai hehe...

Ketika kita sudah mengetahui kebenaran akan sebuah hal, kita akhirnya dapat mengendalikan pikiran-pikiran kita dari yang negatif jadi lebih positif. Dan ingat! Jangan kemakan asumsi!

Kalau boleh memberi nilai, film ini gue beri: 6/10 karena buat gue, pesan moralnya bagus banget dan trailernya juga bikin penasaran, walau mungkin untuk penggemar film horror, film ini mungkin bakal sedikit mengecewakan.

11.08.2016

Love Without Benefit(s)


Few days ago, my friend told me she found a quote and for me, it's an interesting one. This quote goes on like this: "If a man doesn't want a relationship, don't give him relationship benefits."

Sounds right.

Wait--but, what kind of benefits a relationship can provide you with? Assurance? Security? Affection? The feeling of  being wanted? I think everyone has different perception on this thing called relationship benefits.

Jujur saja, ketika teman gue mengatakan kutipan tersebut, gue seketika langsung mengingat produk asuransi, produk perbankan, dan segala hal yang berbicara tentang "jika Anda menjadi nasabah kami, Anda akan menikmati manfaat ini itu itu ini..." dan kemudian kita akan memilih bank atau asuransi mana yang memiliki manfaat yang kita pikir paling baik dan sesuai dengan yang kita butuhkan.

Apakah sebuah hubungan bekerja dengan cara demikian? Gue yakin setiap orang punya pendapat yang berbeda lagi tentang hal ini.

Well, I don't want to talk about this so-called relationship benefits and its correlation with boys-girls relationship or I will at the end of this post.

Satu hal lain yang gue pikirkan adalah apakah ketika mencintai kita, Tuhan mempertanyakan "Apa manfaat yang bisa Saya dapatkan dari menjalin hubungan dengan kamu?"

Seringkali aja gue bukannya "memberikan manfaat" buat Dia, tapi justru mengecewakanNya dengan berbagai hal.

But still, His love remains. And it never fails. Sometimes I think that probably He is ready with all the consequences when He decided to show His love to this world by coming as a human. He probably always ready to love without expecting benefits. The question is... do we as ready as He is to love without expecting benefits?

Before I posted this online, I asked some of my friends regarding their opinion about this. Some of them thought benefits are important to a relationship and one of them said to me "Honestly, we must have this unconditional love. To love without seeking benefits. But, still, people live and seek for it because we still want to fulfill what we need and what we want."

I pondered and talked to myself, "Probably, benefits are what we provided automatically when we love others."

Well this is just me blabbering over a quote and pouring what I've been pondering about.


10.08.2016

Heart Like Yours


Gue menonton film If I Stay sekitar satu tahun yang lalu. Sebagian besar orang-orang yang sudah menonton film ini bilang, "Sedih banget filmnya," atau "Gue banjir air mata nonton film ini!". Meanwhile, gue nonton itu dengan muka datar. Sedih sih, tapi bukan tipikal film yang bisa bikin air mata gue bercucuran seperti gue nonton Miracle in Cell No.7 (still the saddest movie I've ever watched! Recommended!)

Gue pikir konflik cerita If I Stay dimulai dari sebuah kecelakaan yang melibatkan seorang gadis bernama Mia Hall dan keluarganya. Ayah, ibu, dan adiknya Mia meninggal dalam kecelakaan tersebut dan Mia mengalami koma. Ketika dia koma, rohnya keluar dari tubuhnya dan ceritanya berlanjut dengan bagaimana ia melihat situasi keluarganya yang lain pada saat itu, kekasihnya, kehidupan masa lalunya, dan berbagai cerita lain. Gue mendapatkan pesan dari film ini adalah untuk menghidupi hidup sebaik-baiknya, mengasihi secinta-cintanya, melakukan passion se-passionate-passionate-nya (I don't know if I use the right term or not lol) karena tidak ada yang tahu kapan sewaktu-waktu kita bisa meninggalkan dunia ini.

Satu hal yang gue suka dari film ini adalah soundtrack-nya! Lagu mellow yang dipilih menjadi soundtrack untuk film ini bener-bener mantap. Nadanya easy-listening, mellow (terutama ketika didengerin pas hujan seperti hari ini #yash), dan liriknya sederhana tapi mengundang tanya yang mendalam (I don't even know what I've said lol). Soundtrack dari Willamette Stone yang berjudul Heart Like Yours adalah lagu yang paling berkesan buat gue, walaupun gue nggak terlalu suka-suka amat sama filmnya.


The lyric goes on like this:
Breathe deep, breathe clear
Know that I'm here
Know that I'm here
Waiting
Stay strong, stay gold
You don't have to fear
You don't have to fear
Waiting 
I'll see you soon
I'll see you soon 
How could a heart like yours
Ever love a heart like mine

How could I live before?
How could I have been so blind? 
You opened up my eyes
You opened up my eyes 
Itulah potongan lirik-liriknya. Bagian yang gue highlight adalah bagian yang membuat gue berpikir. Lagu ini memang lagu sekuler, tapi gue juga kepikiran satu hal rohani ketika mendengar lagu ini. Ketika gue dihadapkan pada lirik yang bertanya, "How could a heart like yours ever love a heart like mine?" gue teringat akan hati Bapa. Bagaimana bisa hati Bapa mencintai gue yang penuh keberdosaan ini? Bapa punya hati yang mengampuni dan terus rindu buat bersekutu sama anak-anakNya padahal seringkali gue mengecewakan hatiNya dan menyia-nyiakan kasihNya.
Come close my dear
You don't have to fear

...
Hold fast hope
All your love is all I've ever known
Sepenggal lirik di atas juga adalah bagian dari lagu Heart Like Yours. Sore ini gue kembali mengamati bagian ini. Bapa nggak menolaj kita untuk datang padaNya. Just like the lyric, "come close my dear", gue percaya bahwa Dia selalu mengundang kita buat kembali datang padaNya dan merasakan kasih itu. Kasih Bapa adalah satu-satunya harapan pasti yang akan mampu membuat kita berjalan melewati apapun.

Kesimpulannya, Heart Like Yours mengingatkan gue bahwa hati gue yang tidak pantas untuk dicintai oleh Bapa justru dicintai dan begitu dihargai olehNya dan undangan dariNya adalah untuk gue tidak takut datang mendekat padaNya (Ibrani 4:16). Amen.

---

Thank you to Wikipedia which has provided me with the information about "If I Stay", Genius.com for the lyric of "Heart Like Yours", IMDB.com for the theatrical poster of "If I Stay", and WaterTower Music (Youtube channel) for the video of "Heart like Yours"

10.06.2016

Bukan Promosi Film

He said, "Nih, biasa cewek kan suka nyimpen tiket nonton."
I like it when you talk to me about the rig or oil drilling.
I like it when you talk to me about wielding
I like it when you talk to me about engineering.
I like it when you talk to me about random things.
Being with you makes me learning.
.
.
.
Suatu hari, saat kami pergi nonton. dia melontarkan sebuah kalimat.
"Kenapa cewek suka banget nyimpen dan fotoin tiket nonton, sih?"
"Hahaha... iya ya... kenapa ya? Aku gak terlalu sering begitu kok."
Gue menjawab demikian. Akan tetapi, setelah kemarin menonton film bersamanya, gue kepikiran jawaban dari pertanyaan ini sembari mengingat tiket nonton yang gue simpan.

Gue masih menyimpan tiket nonton film Jurassic World tanggal 12 Juni 2015 di dompet gue. Cerita yang ada di balik tiket itu punya kesan tersendiri buat gue karena itu adalah film pertama yang kami tonton bersama. Setiap melihat tiket itu, gue akan kembali ingat seseorang pernah ngajak gue nonton film bareng selepas minggu ujian akhir kami selesai. Gue akan kembali ingat bahwa gue gak mau nonton film itu awalnya tapi gue mau karena dia yang ajak (eh? haha... bercanda).

Kemudian, tiket yang fotonya gue sertakan di atas.

Nonton film yang direncanakan sangat mendadak. Seinget gue, alasan dia ngajak nonton itu adalah supaya gue mengetahui dunia perteknik minyakan (?) intinya sih mengetahui soal kegiatan pengeboran minyak. Karena gue suka film-film demikian yang perlu sedikit mikir dan banyak aksinya, ya gue ayo aja. Kemudian, dia menjelaskan satu dua tiga beberapa hal tentang apa yang dia pelajari waktu kuliah dulu. Soal teknik dan juga mekanik. Gue pun iseng nanya soal pengelasan pipa bawah laut yang mana gue nggak ngerti bagaimana cara eksekusi pengelasan bisa dilakukan literally di bawah air karena las kan pake api? (I swear, logika gue soal pengelasan itu cetek banget dan gue baru tau kalo ternyata las nggak hanya bisa pake api aja -___-)

Gue gak cuma nonton film di atas itu untuk hiburan melepas penat sepulang kerja. Diam-diam, gue juga belajar, dan gue suka mengetahui hal-hal baru yang berseberangan banget sama gue. Karena itu, gue foto tiketnya, karena ada cerita di dalamnya yang mungkin buat beberapa orang mikir, "Yaelah Le, cuma dua lembar tiket yang bakal pudar tulisannya lo foto-foto?"
But for me, there is a story behind it :) Selain itu, nonton film yang kami lakukan kemarin itu membuat gue menyadari beberapa hal, yang sudah gue tuliskan pada bait pertama tulisan ini haha...

Gue memang tidak selalu memotret tiket film yang gue tonton (biar kekinian). Tapi mungkin, beberapa tiket nonton punya ceritanya masing-masing sehingga banyak orang yang kadang memotret tiket tersebut dan kemudian memperlihatkannya melalui media sosial mereka. Sebagai sebuah pengingat ada kisah di balik tiap tiketnya #haleh