Oh iya, sebenarnya ada satu hal lagi yang bisa gue bagikan di sini. Sebagai pengingat juga dan menandai berakhirnya kisah gue dan berawalnya kisah yang lain. Bukan, ini bukan soal kehidupan percintaan gue dengan laki-laki. Ini soal kehidupan percintaan gue dengan (mantan) murid gue yang baru gue putuskan hari ini.
She is an 8-years-old girl, fyi. Sebut saja dia GE.
Awal pertemuan gue dengan murid gue adalah karena seorang teman menawarkan kerjaan jadi guru les untuk dia. Dia adalah bocah Korea pertama yang akan gue ajar pada waktu itu. Sesungguhnya gue deg-degan banget waktu itu. Akan seperti apa anak ini? Baik gak? Nurut gak? Kalau gue ajarin, apakah dia akan mengerti? Karena saat itu gue butuh pengalaman dan juga butuh penghasilan, akhirnya gue mengiyakan tawaran tersebut. Seinget gue, pertama kali kita ketemu adalah Februari 2015. Pertama kali ketemu, dia masih malu-malu, mungkin dia juga bingung karena belum lancar berbahasa Inggris atau Indonesia dan gue juga belum tentu ngerti ketika dia nyerocos pake Bahasa Korea. Saat itu gue ngetes dia untuk tahu sejauh mana kemampuannya dan saat itu gue tahu bahwa gue tidak akan mudah mengajar GE. Selain karena gue yang masih miskin pengalaman sebagai pengajar, kendala bahasa adalah hal yang menjadi tantangan juga buat gue.
April 2016, berarti kurang lebih gue sudah mengajar dia selama 14 bulan. Selama mengajar GE, gue mengalami banyak hal yang kadang menguras emosi, menimbulkan pertanyaan dan kegalauan tersendiri buat gue sebagai guru lesnya, dan juga tawa. GE kadang susah diatur, tapi kalau lagi serius belajar, wah... gue kadang sampai bingung takut bahan selesai sebelum waktu les habis. GE termasuk anak yang sering berbagi cerita tentang kesehariannya di sekolah bersama teman-temannya. Kadang dia penasaran akan suatu hal, kemudian bertanya, kadang dia nari-nari ala girlband dan gue disuruh jadi penontonnya. Tapi dari semuanya itu, gue benar-benar belajar bersabar, mendengar, dan memperhatikan ketika gue mengajar GE.
Kadang ada hal-hal yang bikin gue nggak paham si GE ini lagi ngambek kenapa, kalau udah ngambek, nggak mau belajar. Dipaksa belajar sambil marah, anaknya tambah menjadi. Wuw, pokoknya menguji kesabaran dan gue diajar untuk bersabar menghadapinya. Ketika GE cerita tentang kesehariannya, gue diajar untuk menjadi pendengar yang baik dan berusaha memberikan dia saran-saran. Termasuk ketika dia nanya hal sesimpel "Besok kan masuk sekolah, aku pakai kotak pensil yang mana ya?" dan meminta pendapat gue, gue belajar mendengar dan memperhatikan dia. Walaupun masih bocah, dia tetap aja punya perasaan, sama seperti orang dewasa dan gue juga belajar bahwa dia pun juga berharga di mata Tuhan. That's why, sebagai guru lesnya, sudah seharusnya gue memandang dan memperlakukan dia sebagaimana Tuhan memandang dan mengasihiNya.
Gue sempet ingin berhenti mengajar GE, jauh sebelum ini. Waktu itu gue berpikir kayaknya gue nggak cocok ngajar, kayaknya semakin lama anak ini akan semakin terikat dan malah manja sama gue. Kalau GE udah ngambek, gue rasanya mau nyerah aja. Tapi, gue teringat bahwa ini adalah perkara yang Tuhan sudah berikan pada gue. Tanggung jawab yang harus gue kerjakan dengan sepenuh hati bagaimanapun. Dan lebih penting lagi, Tuhan mengingatkan, Ia sayang GE, dan gue juga harusnya menyayangi GE seperti itu. Karena sering ngambek terus nyerah? Kesannya kok gue lepas tangan banget. Toh akhirnya seiring waktu, sikapnya yang suka ngambek bisa ditangani olehnya dibantu hiburan dari gue haha -_- Mungkin juga karena GE bertambah usia dan tambah dewasa... Mungkin banyak yang bilang gue berlebihan banget sampe sayang begitu ke murid les, tapi inilah kenyataannya, GE sudah seperti adik gue sendiri rasanya.
Bulan ini, gue memutuskan bahwa tanggal 23 April 2016 menjadi hari terakhir gue mengajar GE setelah 14 bulan. Selain karena skripsi, ada hal lain yang membuat gue dengan sangat terpaksa meninggalkan GE. Agak sedih sih, soalnya akhir-akhir ini dia lagi semangat belajar dan gampang dibuat fokus. Walaupun ini anak kadang gak bisa gue ngerti, tapi ada beberapa percakapan yang membuat gue gak tega mengakhiri pekerjaan ini:
Gue: 너 선생님이 여기 있는 것... 좋아? (Kalau ada aku di sini, kamu seneng ya?)
GE: 응. 좋아. (Iya.)
Dulu gue sempet ngajar bersama temen gue juga dan biasanya, gue sama temen gue pulang bareng, saling tunggu juga kalau salah satu dari kita ada yang belum selesai mengajar. Maka terjadilah percakapan ini
GE: 쌤, 언니 쌤이랑 같이 가지요? 그럼 우리 좀 놀아요.
(Miss, nanti sama gurunya kakak pulang bareng kan? Kita main sebentar yuk.)
Kesannya ini anak menahan gue untuk pulang -_-
GE: ㅋㅋㅋ 비가 와서 선생님 집에 못 가 ㅋㅋ 여기 오래 있을거야
(Hahaha, karena hujan Miss nggak bisa pulang ke rumah haha, bakal lama deh di sini)
Yang paling gue inget sih ini:
GE: 언니 선생님이 지금 취직하고 다음에 선생님도 바이바이 하겠지요.
(Gurunya si kakak udah keterima kerja. Selanjutnya kita juga perlu say goodbye ya, Miss.)
Gue: 응... 그럴 수도 있겠지... 근데 아마 가르쳐주는 것 계속 할 수도 있어.
(Ya, mungkin juga sih. Tapi mungkin juga aku tetap ngajarin kamu)
GE: 응? 어떡해? 아... 쌤이 면접 떨어지면 날 계속 가르쳐줄 수 있겠지 ㅋㅋ
(Lah gimana bisa? Oh iya bisa sih, kalau Miss gagal pas wawancara hahaha)
Gue: 그런 것 말하지마 야...
(Ya jangan bilang gitu juga dong kamu)
Banyak percakapan random lainnya dengan GE yang kadang gue sendiri nggak ngerti kenapa ini anak bisa sampai mikir begitu. Bagaimanapun, gue bersyukur bahwa ini adalah sebuah pengalaman yang tidak terlupakan dan mengajarkan gue berbagai hal baru. Saat gue mengakhiri hal ini, akan ada awal yang baru buat GE dan gue. Awal yang baru antara GE dan temen gue yang menggantikan ngajar serta awal yang baru untuk pengalaman gue sendiri. Apapun itu, gue tentu selalu berharap si GE akan tumbuh tetap berada dalam kasih Tuhan dan gak melupakan gue haha...
그 동안 즐거운 시간들이 기억 속에 오래 남을것이다.
(Akan tinggal dalam ingatan selalu, saat-saat menyenangkan kita pada waktu itu...)