6.28.2019

Berhenti Mencoba dan Mencoba Kembali

Dalam koordinasi dengan manusia, adakalanya kita mengalami kegagalan dalam berkomunikasi. Ada kalanya sebuah pesan singkat lewat media sosial diartikan berbeda. Emosi tidak tergambar di sana, suara juga tidak terdengar. Akhirnya semua salah, jadi rumit dan runyam. Minta maaf gengsi, tidak minta maaf berujung pada sekatan-sekatan yang tidak membawa pembangunan.

Sebuah pengalaman membuat saya menyadari bahwa dalam kegagalan berkoordinasi, kita selalu punya dua cara: mau berhenti mencoba atau sekali lagi mencoba dengan cara lain.

Keduanya membuat kita perlu membayar harga.

Berhenti mencoba membuat kita bisa saja kehilangan yang membawa pada penyesalan, atau malah mungkin kelegaan yang selama ini dicari-cari.

Sekali lagi mencoba dengan cara lain membuat kita sering harus membuang gengsi, mengaku salah, meminta maaf, mencoba berkoordinasi dengan berdiskusi cara apa yang paling tepat. Hal ini juga sama, bisa membawa pada penyesalan (yang berujung pada berhenti mencoba juga) atau justru membawa kita semakin dewasa.

Kejadian kemarin membawa saya pada satu kesimpulan, kedua hal ini dapat membawa pada kedewasaan. Entah sendiri, atau bersama-sama.

Semoga tidak salah pilih.


Karena bagi saya,
sekali lagi menvcoba dengan cara lain adalah
apa yang membuat saya akan bertambah dewasa.
Terima kasih, sudah mengizinkan saya kembali mencoba.
2019.06.26

11.13.2018

(Maybe) I Just Want to be Happy


Last weekend, I went to Solo to attend my cousin's wedding. We used to play together a lot every time we went to our grandparent's home for the school break. I remember I used to fight a lot with her brother, we used to go to a reservoir nearby to just look at how calm the water was or... simply walking here and there, chit-chatting, playing... I recalled those memories when I saw the girl I used to play with now become someone's nyonya. Back then, happiness was that simple, we only need to play together.

When I was on the way to the airport (in Solo), I saw some families bring their children to watch the airplane from the roadside. Some of them looked excited and even took photos with their phone. I thought... happiness was that simple. Arriving at the airport and waiting for the plane, I recalled my childhood memories. My father used to take me to Gambir Train Station almost every weekend. Back then, we can go to the platform without buying train ticket, we only need to buy platform ticket which was very cheap (around 1.500 rupiah, if I'm not mistaken). My father would take me to eat at a fast food restaurant sometimes, but most of the times, he took me to see trains arriving and departing. And just it. After that we went home, but I was excited and happy. Maybe, that's why until now, I like to visit train station and even boarding the train.

As I grow older every day, happiness is complicated and sometimes it cost you to lost something else in exchange for a glimpse of it. I don't know why I feel complicated lately.Seeing things, hearing things... and trying my best not to say something about it. I end up bottled everything to myself and sometimes, I cried before I go to sleep. For months, I got sick multiple times. Some of my friends told me not to think about everything, to tell everything... to help me to release the burden. But I can't. I don't know where to start, and if I start, I am afraid I end up messing everything. Therefore, I choose to keep it to myself. Someone did ask me what I am thinking about, but I only said I have many things going around in my head. Someone did ask me to tell, but I end up telling just one or two, the smallest, because I just don't like to be a burden for another. I am not sure that particular someone can help anyway.

And this night, when I realized tomorrow I need to go back, I asked myself, "What do you want?" and a simple answer popped up, "Maybe, I just want to be happy."


back then, I was happy.

11.10.2017

What to Do When It's Hard...




Few days ago, I felt like I had no appetite to even calling upon the name of the Lord. Nor having appetite to pray or read the Bible. There were some things in my mind that made me down, also made me wondering His kindness.

Have you ever feel the same way like I did?

That time, a song popped out in my mind.
Even when my strength is lost, I'll praise YouEven when I have no song, I'll praise YouEven when it's hard to find the words, louder than I'll sing Your praise.
The moment when I remembered it, I started to call upon Him. It was hard, I was going to cry. But just like the lyric stated, "I'll praise You... louder than I'll sing Your praise."

Living as a human nowadays isn't about our feeling. For example, when we feel like we don't want to read our Bible, or when we feel like it's hard to pray, we give up on our reading and not praying. No. Most of the times, our feeling is wrong. It is all about faith. About how you believe that even when it's hard, He is near. Believe in Him is what we need to finally can say, "Even when it hurts, I'll praise You."

"Though the fig tree may not blossom,
Nor fruit be on the vines;
Though the labor of the olive may fail,
And the fields yield no food;
Though the flock may be cut off from the fold,
And there be no herd in the stalls--
Yet I will rejoice in the LORD,
I will joy in the God of my salvation.

The LORD God is my strength;
He will make my feet like deer's feet,
And He will make me walk on my high hills.

(Habakkuk 3:17-19 NKJV)

10.13.2017

that unexpected call

when delight or troubled
the end seems so far
the fear is creeping
or just worried about everything nor sure about what to takes

maybe all that you need is just that one unexpected call.

9.14.2017

Cuti

So, I've been considering to take some rest from social media, in my case, Instagram.

Istirahat dari media sosial gue rasa cukup diperlukan. Ada beberapa kali gue buka explore di Instagram dan tanpa sadar menghabiskan waktu tiga jam lebih untuk melihat kehidupan orang lain. Apalagi kalo pagi, kadang gak sadar, bangun langsung ambil hp, buka Instagram. Hal lain yang gue sadari ketika berselancar cukup lama di Instagram adalah... gue mulai tidak puas dan mencari cara bagaimana supaya feed gue rapi, supaya foto gue terkesan estetik, supaya foto gue banyak yang likes (really, I was once thinking about it). Gue mulai membandingkan kehidupan dengan orang lain.

Selain itu, gue tetap aja membuka Instastory di Instagram yang kadang gue pikir gak penting juga buat dilihat semua.

Intinya, pada satu poin gue merasa semua ini kurang baik. Waktu tidur gue kurang, kadang kerja aja masih bisa buka Instagram. Waktu yang begitu mahal dan gak bisa balik, harusnya gue alokasikan ke hal lain yang lebih berguna. Dan... jadi mencari pujian orang lain.

"Ah itu mah elo aja yang gak bisa ngontrol diri, Le."

Mungkin begitu.

Makanya gue sempat beberapa kali menon-aktifkan akun Instagram (dan tidak berlangsung lama). Sempat juga meng-uninstall Instagram dari ponsel untuk meminimalisir godaan cek-cek.

Tapi ya kembali lagi, ada kalanya gue perlu Instagram untuk mengetahui informasi tentang teman-teman dan kenalan.

Terlepas dari gak bisa kontrol diri, gue mungkin tetap ngecek Instagram via desktop, dengan harapan meminimalisir godaan mengecek hal-hal lainnya. Well, semoga gue dapat menggunakan waktu gue untuk hal lain yang lebih penting.

9.04.2017

5 Reasons Why We Must Go to National Gallery of Indonesia



Yeay, akhirnya kembali menulis, setelah sekian lama~

Tulisan kali ini akan dibuat menyerupai gaya tulisan artikel di media sosial akhir-akhir ini. 5 alasan kenapa kita harus pergi ke Galeri Nasional Indonesia~ *drum rolls* nomor 3 bikin netizen melongo *no, just kidding*

7.24.2017

'Remeh-Receh' Thing

I've once wrote this sentence in my timeline few months ago:
"God is working even in the small-remeh-receh-thing."
Kata receh semakin sering digunakan oleh orang-orang, namun penggunaannya mengalami pergeseran makna. Awalnya receh sering disebutkan ketika bicara tentang uang, namun sekarang masalah dan bercandaan ditambahkan kata receh di belakangnya untuk mengungkapkan kecilnya suatu hal.

Baiklah, di sini saya nggak membahas tentang pergeseran makna receh itu.

Ya, beberapa bulan lalu, saat menulis status demikian, saya dalam kondisi finansial yang memprihatinkan, sampai rasanya nggak mungkin bisa bertahan sampai tanggal gajian lagi tanpa pinjam uang dari orang tua :| Kondisinya sudah cukup memusingkan waktu itu.

Kemudian, tiba-tiba saya mendapat kontak dari seorang klien yang sudah cukup lama (sekitar 2-4 bulan) tidak ada kontak. Beliau kembali meminta tolong untuk menerjemahkan dokumen. Wow. Waktu itu saya benar-benar mengalami bahwa Tuhan memang luar biasa tahu kebutuhan anak-anakNya. So, praise the Lord! 😊😃

Another time... 

Ini terjadi waktu saya masih kuliah. Sistem perpustakaan di kampus mencatat bahwa saya belum mengembalikan sebuah buku Bahasa Korea yang pernah saya pinjam, padahal sudah saya kembalikan sejak seminggu sebelumnya. Lantas, saya disuruh petugas perpustakaan mencari buku tersebut di raknya untuk diproses kembali. Kurang beruntungnya, entah bagaimana buku itu belum ada di rak, di bagian sirkulasi pun tak ada, buku itu menghilang secara misterius, dan saya nyaris disuruh mengganti buku tersebut karena ketiadaannya. Waktu itu saya sempat kesal 😞 merasa ini bukan salah saya, kenapa harus saya yang ganti? Info aja, bukunya buku impor yang cari di toko buku lokal pun nggak ada, pas saya lihat di situs belanja online, harganya cukup untuk cetak hardcover skripsi saya kemarin dan belum termasuk ongkir dari Korea :")

Minggu demi minggu, saya dengan setia ke perpustakaan untuk mengecek status buku siluman tersebut. Hingga pada akhirnya, ketika sudah putus asa, saya sudah berniat pre-order buku tersebut, di akhir semester, saya iseng mengecek status peminjaman buku saya.

JENG JENG!

Status peminjaman buku saya, yang tadinya masih tercatat judul buku siluman itu, tiba-tiba sudah bersih begitu saja. Yeay! Berarti saya gak kena denda dan saya gak harus mengganti buku tersebut :") Bersamaan dengan itu, saya juga dapat kabar dari situs belanja online tempat saya memesan, bahwa buku tersebut sudah tidak diproduksi lagi sehingga pesanan saya tidak bisa diproses. Entah ini kebetulan atau bagaimana. Tapi, waktu itu saya merasa amazed sekali hahaha...

Yang paling baru...

adalah kasus limitasi akun PayPal saya.

Entah bagaimana akun PayPal saya terkena limit sehingga saya terancam tidak bisa menarik uang yang ada di dalamnya. This is a bad thing karena jumlah uangnya cukup besar dan statusnya masih ditahan. Fyi, kebodohan saya di sini adalah mencoba memverifikasi akun dengan menggunakan kartu kredit virual alias VCN. Saya sangat-sangat-sangat tidak merekomendasikan bagi teman-teman untuk melakukan hal ini. Beneran, kalau udah kena problem, ribet banget.

Akhirnya, saya mencoba mengirim email ke PayPal, curhat kenapa akun saya kena limit, kenapa saya nggak bisa memverifikasi kartu yang saya masukkan. Dan karena saya nggak sabaran, saya dengan impulsif membeli paket telepon keluar negeri (pusat kontak PayPal pakai nomor Singapura, btw) dan menelpon PayPal. Setelah curhat ternyata ada data yang salah saya masukkan dan mereka mau data tersebut dikirim ulang, baru bisa diproses kemudian. Oke, baiklah. Akhirnya saya membereskan data tersebut. Kemudian saya dapat kabar lagi melalui email kalo bank yang menerbitkan kartu (VCC) yang saya masukkan ke PayPal kemungkinan tidak mengotorisasi PayPal untuk membayar atau gimana... akhirnya telepon ke Bank BNI dan kembali curhat lagi soal VCN, dan kembali mbaknya bilang VCN memang tidak dianjurkan untuk digunakan di PayPal 😐 dan solusi satu-satunya adalah memohon PayPal memberikan solusi bagi masalah ini.

Sebenarnya, saya agak takut juga mengakui saya memakai VCC untuk PayPal karena ini mainannya uang dan saya takut disangka melakukan fraud (sejenis penipuan?) karena pake VCC untuk PayPal. Tapi, demi masalah selesai, akhirnya terpaksa kirim email, mengakui pakai VCC dan kemudian pasrah mau bagaimana solusinya.

Dan secara tiba-tiba, beberapa hari yang lalu, perwakilan PayPal di Indonesia menelpon, mencoba mendengarkan masalah, kemudian ia mengatakan bahwa saya akan dihubungi dari Malaysia atau Singapura dari bagian yang menangani limitasi akun. Agak lega, gak perlu nelpon ke sana hehe... Dan lega juga, nggak disangka melakukan penipuan karena pakai VCC haha...

Akhirnya sebuah nomor dari Malaysia menelpon sehari setelahnya, mereka mengatakan limitasi akun akan dicabut dengan menghapus VCC dalam akun tersebut. Saya lega luar biasa :") Another problem solved. Paketan telepon keluar negeri yang sudah saya beli akhirnya nggak terpakai :") (karena pas nelpon ke SG yang pertama kali lupa pakai kode sambungan jarak jauh, sehingga pulsa yang kepotong *kebodohan lagi*). Paketan itu akhirnya saya gunakan buat kontakan sama teman yang lagi belajar di Korea :") malah bisa kepake buat pelayanan :")

Ceritanya panjang dan berbelit ya? Hahaha...

Kemarin saya memikirkan tentang beberapa orang yang saya kenal, mereka punya kesempatan untuk belajar ke luar negeri secara gratis, ikut ini itu, ke mana-mana... tapi saya masih di sini-sini aja. Saat saya berpikir, "God, why don't You send me there? God, why don't I get the same chance to do that?"
But I realized maybe God bless me in this kind of small-remeh-receh thing, dalam kejadian-kejadian yang sudah gue ceritakan di atas. Mungkin buat beberapa orang, hal-hal itu receh banget, tapi buat gue, this is how He shows His love and inclusion.
From time to time, we may think that God only works in grandeur things, in things that look so grand and big, but now we know, He cares and works even for the smallest thing.
May this strengthened you as much as it has strengthened me.