11.10.2017

What to Do When It's Hard...




Few days ago, I felt like I had no appetite to even calling upon the name of the Lord. Nor having appetite to pray or read the Bible. There were some things in my mind that made me down, also made me wondering His kindness.

Have you ever feel the same way like I did?

That time, a song popped out in my mind.
Even when my strength is lost, I'll praise YouEven when I have no song, I'll praise YouEven when it's hard to find the words, louder than I'll sing Your praise.
The moment when I remembered it, I started to call upon Him. It was hard, I was going to cry. But just like the lyric stated, "I'll praise You... louder than I'll sing Your praise."

Living as a human nowadays isn't about our feeling. For example, when we feel like we don't want to read our Bible, or when we feel like it's hard to pray, we give up on our reading and not praying. No. Most of the times, our feeling is wrong. It is all about faith. About how you believe that even when it's hard, He is near. Believe in Him is what we need to finally can say, "Even when it hurts, I'll praise You."

"Though the fig tree may not blossom,
Nor fruit be on the vines;
Though the labor of the olive may fail,
And the fields yield no food;
Though the flock may be cut off from the fold,
And there be no herd in the stalls--
Yet I will rejoice in the LORD,
I will joy in the God of my salvation.

The LORD God is my strength;
He will make my feet like deer's feet,
And He will make me walk on my high hills.

(Habakkuk 3:17-19 NKJV)

10.13.2017

that unexpected call

when delight or troubled
the end seems so far
the fear is creeping
or just worried about everything nor sure about what to takes

maybe all that you need is just that one unexpected call.

9.14.2017

Cuti

So, I've been considering to take some rest from social media, in my case, Instagram.

Istirahat dari media sosial gue rasa cukup diperlukan. Ada beberapa kali gue buka explore di Instagram dan tanpa sadar menghabiskan waktu tiga jam lebih untuk melihat kehidupan orang lain. Apalagi kalo pagi, kadang gak sadar, bangun langsung ambil hp, buka Instagram. Hal lain yang gue sadari ketika berselancar cukup lama di Instagram adalah... gue mulai tidak puas dan mencari cara bagaimana supaya feed gue rapi, supaya foto gue terkesan estetik, supaya foto gue banyak yang likes (really, I was once thinking about it). Gue mulai membandingkan kehidupan dengan orang lain.

Selain itu, gue tetap aja membuka Instastory di Instagram yang kadang gue pikir gak penting juga buat dilihat semua.

Intinya, pada satu poin gue merasa semua ini kurang baik. Waktu tidur gue kurang, kadang kerja aja masih bisa buka Instagram. Waktu yang begitu mahal dan gak bisa balik, harusnya gue alokasikan ke hal lain yang lebih berguna. Dan... jadi mencari pujian orang lain.

"Ah itu mah elo aja yang gak bisa ngontrol diri, Le."

Mungkin begitu.

Makanya gue sempat beberapa kali menon-aktifkan akun Instagram (dan tidak berlangsung lama). Sempat juga meng-uninstall Instagram dari ponsel untuk meminimalisir godaan cek-cek.

Tapi ya kembali lagi, ada kalanya gue perlu Instagram untuk mengetahui informasi tentang teman-teman dan kenalan.

Terlepas dari gak bisa kontrol diri, gue mungkin tetap ngecek Instagram via desktop, dengan harapan meminimalisir godaan mengecek hal-hal lainnya. Well, semoga gue dapat menggunakan waktu gue untuk hal lain yang lebih penting.

9.04.2017

5 Reasons Why We Must Go to National Gallery of Indonesia



Yeay, akhirnya kembali menulis, setelah sekian lama~

Tulisan kali ini akan dibuat menyerupai gaya tulisan artikel di media sosial akhir-akhir ini. 5 alasan kenapa kita harus pergi ke Galeri Nasional Indonesia~ *drum rolls* nomor 3 bikin netizen melongo *no, just kidding*

7.24.2017

'Remeh-Receh' Thing

I've once wrote this sentence in my timeline few months ago:
"God is working even in the small-remeh-receh-thing."
Kata receh semakin sering digunakan oleh orang-orang, namun penggunaannya mengalami pergeseran makna. Awalnya receh sering disebutkan ketika bicara tentang uang, namun sekarang masalah dan bercandaan ditambahkan kata receh di belakangnya untuk mengungkapkan kecilnya suatu hal.

Baiklah, di sini saya nggak membahas tentang pergeseran makna receh itu.

Ya, beberapa bulan lalu, saat menulis status demikian, saya dalam kondisi finansial yang memprihatinkan, sampai rasanya nggak mungkin bisa bertahan sampai tanggal gajian lagi tanpa pinjam uang dari orang tua :| Kondisinya sudah cukup memusingkan waktu itu.

Kemudian, tiba-tiba saya mendapat kontak dari seorang klien yang sudah cukup lama (sekitar 2-4 bulan) tidak ada kontak. Beliau kembali meminta tolong untuk menerjemahkan dokumen. Wow. Waktu itu saya benar-benar mengalami bahwa Tuhan memang luar biasa tahu kebutuhan anak-anakNya. So, praise the Lord! 😊😃

Another time... 

Ini terjadi waktu saya masih kuliah. Sistem perpustakaan di kampus mencatat bahwa saya belum mengembalikan sebuah buku Bahasa Korea yang pernah saya pinjam, padahal sudah saya kembalikan sejak seminggu sebelumnya. Lantas, saya disuruh petugas perpustakaan mencari buku tersebut di raknya untuk diproses kembali. Kurang beruntungnya, entah bagaimana buku itu belum ada di rak, di bagian sirkulasi pun tak ada, buku itu menghilang secara misterius, dan saya nyaris disuruh mengganti buku tersebut karena ketiadaannya. Waktu itu saya sempat kesal 😞 merasa ini bukan salah saya, kenapa harus saya yang ganti? Info aja, bukunya buku impor yang cari di toko buku lokal pun nggak ada, pas saya lihat di situs belanja online, harganya cukup untuk cetak hardcover skripsi saya kemarin dan belum termasuk ongkir dari Korea :")

Minggu demi minggu, saya dengan setia ke perpustakaan untuk mengecek status buku siluman tersebut. Hingga pada akhirnya, ketika sudah putus asa, saya sudah berniat pre-order buku tersebut, di akhir semester, saya iseng mengecek status peminjaman buku saya.

JENG JENG!

Status peminjaman buku saya, yang tadinya masih tercatat judul buku siluman itu, tiba-tiba sudah bersih begitu saja. Yeay! Berarti saya gak kena denda dan saya gak harus mengganti buku tersebut :") Bersamaan dengan itu, saya juga dapat kabar dari situs belanja online tempat saya memesan, bahwa buku tersebut sudah tidak diproduksi lagi sehingga pesanan saya tidak bisa diproses. Entah ini kebetulan atau bagaimana. Tapi, waktu itu saya merasa amazed sekali hahaha...

Yang paling baru...

adalah kasus limitasi akun PayPal saya.

Entah bagaimana akun PayPal saya terkena limit sehingga saya terancam tidak bisa menarik uang yang ada di dalamnya. This is a bad thing karena jumlah uangnya cukup besar dan statusnya masih ditahan. Fyi, kebodohan saya di sini adalah mencoba memverifikasi akun dengan menggunakan kartu kredit virual alias VCN. Saya sangat-sangat-sangat tidak merekomendasikan bagi teman-teman untuk melakukan hal ini. Beneran, kalau udah kena problem, ribet banget.

Akhirnya, saya mencoba mengirim email ke PayPal, curhat kenapa akun saya kena limit, kenapa saya nggak bisa memverifikasi kartu yang saya masukkan. Dan karena saya nggak sabaran, saya dengan impulsif membeli paket telepon keluar negeri (pusat kontak PayPal pakai nomor Singapura, btw) dan menelpon PayPal. Setelah curhat ternyata ada data yang salah saya masukkan dan mereka mau data tersebut dikirim ulang, baru bisa diproses kemudian. Oke, baiklah. Akhirnya saya membereskan data tersebut. Kemudian saya dapat kabar lagi melalui email kalo bank yang menerbitkan kartu (VCC) yang saya masukkan ke PayPal kemungkinan tidak mengotorisasi PayPal untuk membayar atau gimana... akhirnya telepon ke Bank BNI dan kembali curhat lagi soal VCN, dan kembali mbaknya bilang VCN memang tidak dianjurkan untuk digunakan di PayPal 😐 dan solusi satu-satunya adalah memohon PayPal memberikan solusi bagi masalah ini.

Sebenarnya, saya agak takut juga mengakui saya memakai VCC untuk PayPal karena ini mainannya uang dan saya takut disangka melakukan fraud (sejenis penipuan?) karena pake VCC untuk PayPal. Tapi, demi masalah selesai, akhirnya terpaksa kirim email, mengakui pakai VCC dan kemudian pasrah mau bagaimana solusinya.

Dan secara tiba-tiba, beberapa hari yang lalu, perwakilan PayPal di Indonesia menelpon, mencoba mendengarkan masalah, kemudian ia mengatakan bahwa saya akan dihubungi dari Malaysia atau Singapura dari bagian yang menangani limitasi akun. Agak lega, gak perlu nelpon ke sana hehe... Dan lega juga, nggak disangka melakukan penipuan karena pakai VCC haha...

Akhirnya sebuah nomor dari Malaysia menelpon sehari setelahnya, mereka mengatakan limitasi akun akan dicabut dengan menghapus VCC dalam akun tersebut. Saya lega luar biasa :") Another problem solved. Paketan telepon keluar negeri yang sudah saya beli akhirnya nggak terpakai :") (karena pas nelpon ke SG yang pertama kali lupa pakai kode sambungan jarak jauh, sehingga pulsa yang kepotong *kebodohan lagi*). Paketan itu akhirnya saya gunakan buat kontakan sama teman yang lagi belajar di Korea :") malah bisa kepake buat pelayanan :")

Ceritanya panjang dan berbelit ya? Hahaha...

Kemarin saya memikirkan tentang beberapa orang yang saya kenal, mereka punya kesempatan untuk belajar ke luar negeri secara gratis, ikut ini itu, ke mana-mana... tapi saya masih di sini-sini aja. Saat saya berpikir, "God, why don't You send me there? God, why don't I get the same chance to do that?"
But I realized maybe God bless me in this kind of small-remeh-receh thing, dalam kejadian-kejadian yang sudah gue ceritakan di atas. Mungkin buat beberapa orang, hal-hal itu receh banget, tapi buat gue, this is how He shows His love and inclusion.
From time to time, we may think that God only works in grandeur things, in things that look so grand and big, but now we know, He cares and works even for the smallest thing.
May this strengthened you as much as it has strengthened me.

7.09.2017

Bagi Nikmat


Long time no blog.
Padahal akhir-akhir ini sedang memiliki banyak perkara untuk dibagikan, tapi seringkali tertunda dan berujung jadi draf dalam otak. Kemudian pas buka blogspot, lupa mau nulis apa. Dengdeng.

Ya. Tema hari ini adalah berbagi. Kita mulai dengan beberapa hal sederhana di bawah ini.

"Eh, lo udah ke Gunung Bromo? Wah lo harus ke sana, bagus banget pemandangan matahari terbitnya."

atau,

"Kamu udah dengerin lagu barunya Coldplay? Mantaph jiwa."

lagi,

"Udah cobain ayam geprek yang lagi hits? Astaga, gue makan level sekian sampe jontor, tetap nikmat."

Kata-kata di atas tanpa sadar menjadi sebuah pembagian kenikmatan atau pengalaman yang dirasakan oleh kita dalam kehidupan sehari-hari. Kita gampang banget berbicara mengenai hal-hal yang kita sukai kepada orang-orang di sekeliling kita, tujuannya adalah supaya mereka dapat menikmati hal yang sama juga. Supaya kita pada akhirnya punya sesuatu yang sama untuk dibicarakan.

Lalu, kalau kau nikmati kasih Tuhanmu, sudahkah kau bagikan pada orang sekitarmu? Eng... gimana yah... jujur pertanyaan ini menjadi salah satu hal yang menusuk juga pada gue. Jumat kemarin, saat mengikuti persekutuan alumni, pembawa berita mengatakan, "Kita selalu mudah untuk berbicara akan hal-hal lain tetapi begitu mudah menahan pemberitaan Firman Tuhan."

Nah lho.

Kita punya beragam ketakutan, takut ditolak, takut gak pandai berkata-kata, takut dibilang sok suci, dan takut takut takut lainnya yang membuat kita enggan, seenggan-enggannya memberitakan kebenaran. Padahal, kita lagi menikmati kebenaran itu. Kebenaran akan keselamatan, kebenaran akan diangkatnya kita jadi anak-anak Allah, kebenaran akan kasihNya yang buat orang biasa bakal terkesan bodoh tapi buat orang yang percaya terkesan super duper luar biasa, dan kebenaran bahwa kita telah dibebaskan untuk jadi pemenang-pemenangNya.

Ini adalah kenikmatan yang menurut gue luar biasa banget. Kalau kita menikmati sesuatu, bukankah kita juga ingin membagikannya pada orang sekitar kita? Semakin nikmat, harusnya semakin ingin kita bagikan. Ya tak?

Semoga seluruh waktu yang kita miliki, jadi waktu untuk membicarakan Kristus.


Sebab aku tidak lalai memberitakan seluruh maksud Allah kepadamu.
(Kisah Para Rasul 20:27)

3.05.2017

소원

그냥
의심 없이
두려움 없이
아이처럼
용감하게
살아가고싶고
사랑하고싶습니다

2.20.2017

3rd Day in Xin Jia Po (Singapore): Don't Get Wet, Get Lost. [Part 2]


Setelah di cerita sebelumnya kami kehujanan begitu keluar dari Mustafa, gambaran makan kari di Little India sambil menikmati indahnya sinar mentari pun luntur #yha terhapus lebatnya hujan. Okay. I love you, rainy day! I really do, but not that day. Semoga kali lain ke SG hari cerah berawan tak mendung. For people like us who traveled by foot (a lot), rain is such a bother (really). Hujan angin yang payung pun kadang nggak cukup buat menghadang... lumayan juga kemarin sepatu dan baju jadi korban.

Kembali ke hari itu. Akhirnya kami beli mi instan dalam cup di minimarket terdekat (lagi) dan nyeduh di lobi hotel. Hujan masih setia turun di luar sana saat kami mulai berpikir, harus ke mana selanjutnya. Gitta mau pergi ke Orchard Road, belanja buat mamanya, dan gue? I didn't feel like going to Orchard. I don't really like crowd. I don't really like shopping. So, Orchard isn't my style. Akhirnya gue dan Gitta memutuskan buat pergi masing-masing. Gue bakal bosen banget buat menghabiskan sisa hari itu di hostel. It was such a waste to spend the rest of the day doing nothing, apalagi cuma karena hujan. Bobo cantik mah di rumah sendiri juga bisa. Jadi, gue akhirnya memutuskan untuk pergi ke Alexandra Road. I need to check on the location of the church I'll attend on the next day and after that, well... maybe back to the hostel or exploring Chinatown for a bit. Itu rencana gue sebelum gue naik MRT, dan apa yang terjadi setelahnya? Bacalah~

2.15.2017

3rd Day in Xin Jia Po (Singapore): Museum Tour & Chocolate Hunting [PART 1]

part of National Museum of Singapore
We started our third day a bit late. I haven't told you before that on the second day, we walked for more than 28.000 steps!!! Much... for people who rarely walk by foot in their own hometown lol. So, well, we felt a bit tired.

For the third day, we decided to pay Singapore City Gallery a visit once again and National Museum of Singapore. Also, we want to go to Little India area to buy souvenirs and lunch.

2.10.2017

2nd Day in Xin Jia Po (Singapore): Walk 'till You Drop! [PART 2]

Dragonfly Lake, Gardens by The Bay
As I've promised before, I'm going to write the second part of my second day in Sentosa Island, Singapore.

Setelah jalan-jalan di S.E.A Aquarium, Madame Tussauds, and Image of Singapore LIVE, kita mulai berpikir ke mana lokasi kita selanjutnya. Masih terlalu pagi untuk kembali ke kota. Lagipula... rugi juga jauh-jauh ke Sentosa kemudian langsung pulang. Setelah kita melihat peta, kita menemukan ada pantai! Sebenernya sih kita nyari lokasi ber-wifi dan lokasi itu adalah pantai hehe... Jadi, di Sentosa ada tiga pantai, yaitu Siloso Beach, Tanjong Beach, dan Palawan Beach. Cerita selengkapnya di bawah ini.

2.09.2017

If Only We Can See The Future...

Gue termasuk orang yang masih suka nonton drama-drama Korea. Walaupun sebenarnya hal ini menurut gue sudah nggak terlalu penting untuk dilakukan oleh pekerja macem gue (karena nonton drama Korea menyebabkan waktu tidur berkurang dan berekspektasi lebih pada realita yang nyatanya jauh sekali dari drama), gue terkadang masih suka aja nonton dan update informasi dari temen-temen sekantor.
"Eh, gimana cerita Goblin? Pedangnya kecabut nggak?" 
"Lah terus Goblinnya gak mati tapi idup lagi?" 
"Gue nggak mau denger kalian spoiler Goblin!"
Yap. Inilah perbincangan di kantor belakangan. Oke, lupakan Goblin. Kalau gue perhatikan, akhir-akhir ini drama Korea banyak yang mengambil plot cerita tokohnya bisa melihat masa depan. Entah si tokoh bisa jadi time-traveler atau memang bisa melihat masa depan orang lain. Contohnya ya sebut saja Goblin. Ketika si tokoh utama pria, Kim Shin (diperankan oleh Gong Yoo) bisa melihat masa depan si tokoh perempuan, Eun-tak (diperankan oleh Kim Go-eun). Ketika Kim Shin melihat di dalam masa depan Eun-tak ada kejadian yang tidak baik akan menimpanya, Kim Shin ini berusaha buat menyelamatkan Eun-tak dari hal tersebut.

Gambar diambil dari laman Asia Starz
Oke, sekali lagi lupakan Goblin. Sounds interesting ya bisa melihat dan mengetahui masa depan? Sepertinya begitu.

And wait. Let's see another drama. Ada satu drama lain yang gue juga lagi tonton. Baru jalan dua episode, tapi gue rasa gue udah dapet moral story dari cerita ini. Drama ini judulnya Tomorrow With You. Entah ketularan Goblin apa gimana, tokoh utama pria dalam cerita ini juga bisa melihat masa depan. Caranya adalah dengan menjadi time-traveler. Adalah Yoo So-joon, pria yang selamat dari sebuah kecelakaan besar, yang bisa berjalan menembus ruang dan waktu ketika dia naik kereta dari stasiun tertentu. So-joon bisa berjalan-jalan ke masa depan dan mengetahui apa yang terjadi dengan orang-orang di sekitarnya. Sampai satu hari, dia melihat dirinya sendiri mati bersama dengan seorang wanita dalam kecelakaan mobil, tiga tahun kemudian. So-joon kemudian penasaran apa hubungannya dengan wanita ini.
Gambar diambil dari laman AsianWiki
Ada adegan tertentu yang menurut gue cukup menarik. Suatu malam, teman-temannya So-joon lagi ngumpul dan minum-minum (budaya Korea banget). Teman So-joon (Sung-min) cerita bahwa dia baru putus sama pacarnya padahal dia serius banget sama cewek ini. Teman lain (Gi-dung) menimpali dengan menyemangati supaya mereka balikan aja. Tetapi, datanglah si So-joon bilang, "Lo mau balikan? Cari aja perempuan lain. Toh begitu ketemu perempuan baru, lo juga bakal bilang lo serius sama dia." Tentunya Sung-min kesal karena kata-kata si So-joon yang seolah memandang rendah perkara cinta. Ketika sudah mau adu mulut lebih lanjut, So-joon dan Sung-min dilerai. So-joon juga kesal dan terbawa emosi hingga akhirnya meninggalkan mereka. Kemudian, Gi-dung menyusul So-joon dan terjadilah percakapan begini:
"Elu nggak bisa maklumin Sung-min? Dia kan lagi susah karena baru putus sama pacarnya," kata Gi-dung.
"Gue bilang gitu karena gue udah tau. Dia bakal balikan ke pacarnya nanti. Kemudian dia bakal kerja di Kanada, terus ketemu perempuan lain, putus sama pacarnya yang sekarang. Dia pacaran deh serius sama perempuan di Kanada itu. Toh dia bakal putus juga kan?" So-joon menjawab dengan apatis.
"Gue nggak tahu harus bilang apa sama lo. Gue nggak pernah hidup seperti lo. Lo emang bisa hidup di masa depan dan hidup di masa sekarang pada waktu yang sama. Tapi... buat gue dan orang lain, buat Sung-min, kita cuma bisa hidup di masa sekarang dan berusaha yang terbaik," Gi-dung menjelaskan.
Bener juga kalau dipikir kata-kata si Gi-dung. Kita nggak punya apa-apa selain masa sekarang. Kita bisa merencanakan masa depan ini dan itu, mau begini dan mau begitu. Tapi, kita saat ini hidup untuk masa sekarang. Apa yang kita lakukan sekarang, berpengaruh di masa depan, lebih lagi, pada kekekalan setelah kita mengalami kematian jasmani.

Beberapa mungkin dikaruniai kemampuan buat bisa melihat masa depan, tapi kebanyakan tidak memiliki kemampuan spesial tersebut. Mungkin hal-hal seperti ini ditutupi dari kita supaya kita bisa mengambil kesempatan dan melakukan yang sebaik-baiknya pada masa sekarang tanpa takut pada apa yang terjadi di masa depan.

Gue jadi teringat pada ayat renungan berapa waktu yang lalu.
Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir. -Pengkhotbah 3:12 TB-
Tidak dapat melihat masa depan membuat kita menyadari keterbatasan kita dalam memahami Allah yang tidak terbatas, Allah yang eksis dari kekekalan lampau sampai kekekalan yang akan datang.

2.07.2017

sekian ribu mdpl
Kalau laut adalah tempat paling misterius
Benarlah debur ombak memang suara paling merdu
tentram, diam, dalam
teduh, tak riuh, luluh

2.06.2017

2nd Day in Xin Jia Po (Singapore): Walk 'till You Drop! [Part 1]

Agak lelah dan perlu berpikir ribuan kali kalau mau menulis dalam Bahasa Inggris, jadi, saya pakai Bahasa Indonesia dulu, dan sesekali akan diganti ke Bahasa Inggris. Efek setelah membaca beberapa blog orang-orang yang tulisannya indah sekali menggunakan Bahasa Indonesia, jadi ingin coba... (gue mudah terhasut memang). Selain itu, kalau foto yang di-post kemarin resolusi besar, yang sekarang terpaksa dikompres biar dingin nggak makan banyak waktu upload dan makan kuota.

Yap. Hari kedua, setelah melahap sarapan ala bule (roti, telur, sosis, sereal, susu, dan air mineral, tentu saja), kami memutuskan memulai hari pada pukul 9-an pagi waktu Singapura. Hari itu (lagi-lagi) disambut dengan gerimis. Mendung. Yah, gapapa, daripada panas terik. Kami berangkat dari stasiun Chinatown menuju ke Stasiun Harbour Front. Oh iya... tujuan kami adalah... Sentosa!
Sudut pengambilan gambar yang kurang tepat :/
Pulau Sentosa ini salah satu destinasi wisata orang-orang kalau pergi ke Singapura. Jika ditanya soal Sentosa, mungkin orang akan jawab di sana ada Universal Studios, ada kereta gantung, ada Madame Tussaud, ada... yah macem-macemlah. For me, Sentosa Island is a bit like Ancol in Jakarta, a one-stop place to have fun. Tapi, keduanya berbeda. Dari segi tarif, tentu saja. Hm, ngomong-ngomong, kami memutuskan untuk tidak pergi ke Universal Studios karena Gitta sudah pernah ke sana sekali dan saya tidak tertarik untuk menaiki wahana demikian (selain karena harga tiketnya yang kalo di-rupiah-kan bisa buat beli pulsa 6 bulan). So we skipped on that and decided to go for another things.

So, untuk menikmati beberapa atraksi di Sentosa, kita memutuskan untuk beli tiketnya secara online. Sebenernya, kalau cek di website Groupon atau Elevenia juga suka ada yang jual tiketnya dengan harga cukup lebih murah dibandingkan di konter. Tapi, gue dan Gitta akhirnya beli tiket di website-nya Sentosa, cek aja di sini. Ada berbagai pilihan atraksi yang tiketnya bisa dibeli secara satuan, atau juga paketan. Nah, kalau dihitung, beli paketan itu lebih menguntungkan, lebih murah beberapa dolar. Ya lumayan.

Kita beli Day Fun Pass 3 dengan harga S$44,90 / orang. Dengan memilih paket itu, kita bisa mengunjungi 3 atraksi di Sentosa. Dari yang awalnya mau beli 5, akhirnya jadi beli cuma 3. Sebenernya sih karena kita mikir bahwa untuk pindah dari satu atraksi ke atraksi lain itu butuh waktu, bisa makan waktu seharian jangan-jangan... well, 3 atraksi nggak makan waktu seharian, tapi memberi waktu berlebih untuk menikmati atraksi gratisan yang lainnya (dan yang cukup bikin betis sehat bak atlit lari, will tell you later on). 3 atraksi yang kita kunjungi adalah S.E.A Aquarium (katanya paling besar di Asia Tenggara nih), Madame Tussaud (museum lilin yang belum ada di Indonesia), dan Image of Singapore LIVE.

Oke, kembali ke pagi hari saat kami berada di Chinatown. Jadi, sesampainya di Stasiun Chinatown, kita langsung naik MRT yang jurusan Harbour Front (Circle Line atau North-East Line). Perjalanan dari Chinatown ke Harbour Front ini juga hanya makan waktu 5-10 menit rasa-rasanya. Begitu sampai di Harbour Front, masuk ke Vivo City (semacem mall) dan naik ke lantai 3. Di sana kita tukar e-ticket dengan tiket fisik dan dari sana jugalah kita naik Sentosa Express, MRT dari wilayah utama Singapura ke Pulau Sentosa. 

Oh ya, untuk island admission sendiri dikenakan S$4 / orang dan pulang pergi jadi S$8. Island admission ticket bisa dibeli di konter tempat penukaran tiket tadi, tapi kalau udah punya Ez-Link seperti kita, tinggal tap aja di gate dan dimulailah petualangan pejalan kaki ini di Sentosa.

Naik Sentosa Express cuma makan waktu sekitar 10-15 menit dari Harbour Front. Gue agak lupa turun di mana, sepertinya sih di Stasiun Sentosa. Jadi di pulau ini ada beberapa stasiun MRT yaitu Sentosa, Waterfront, Imbiah, dan Beach Station. Sebenernya untuk ke S.E.A Aquarium sendiri, (setelah gue baca tadi) lebih baik turun di Waterfront. Tapi ya sudahlah, hari itu kayaknya kami turun di Sentosa. Kembali kami disambut hujan gerimis dan langit abu-abu. Hari masih pukul 10 kurang tapi orang-orang udah banyak aja yang jalan-jalan di dalam sini walaupun untuk toko-tokonya sendiri belum buka. Di stasiun, kami sempat ambil peta atraksi Sentosa ini, dan peta ini gratis. Jadi, saran saya sih, ya ambil aja supaya kalau tersesat tahu arah jalan pulang. Kami cek peta dan ya ngikutin arah aja untuk ke S.E.A Aquarium. Sembari jalan pelan-pelan, foto-foto dulu di depan bola dunianya Universal yang terkenal dan jadi the-most-place-to-take-a-photo-with (?) kalau orang ke Singapura. Sampai di depan konter tiket, ternyata akuariumnya belum buka #yha. Kami kepagian... rajin sekali. Akhirnya kami jalan-jalan dulu di sekitaran S.E.A, sambil menghirup aroma pelabuhan, menyaksikan kapal tanker, sambil menahan serangan angin yang membawa uap air, dan memandang cakrawala kelabu.
mainstream
model: Gitta.
by the S.E.A and the sea
Pas jam 10-an, kami kembali lagi ke pintu masuk S.E.A. Karena sudah ada tiket fisik Sentosa Fun Pass, akhirnya nggak perlu antri lagi di konter dan langsung masuk. Ternyata punya ternyata... S.E.A Aquarium ini jadi satu juga dengan Maritime Experiential Museum. Jadi, pengunjung nggak hanya mengamati biota laut, tapi juga belajar sedikit tentang sejarah pelayaran di daerah Singapura dan juga daerah Malaka. Museum ini sendiri letaknya sebelum masuk ke akuarium, jadi pengunjung setelah antri tiket untuk scan barcode, perlu melewati museum ini dulu. Lumayan, nggak sia-sia bayar agak mahal karena dari satu atraksi mendapat pengalaman dan pelajaran singkat (yang gue sendiri sebenernya lupa juga apa karena ga baca seksama -__-)

Begitu masuk ke museum yang jadi bagian akuarium ini, kita disambut dengan replika kapal besar yang kelihatan megah. Setelah baca artikel tadi, ternyata ini replika kapal Laksamana Cheng Ho, pelaut dari Tiongkok sekitar abad ke-15. Selain replika kapal besar ini, pengunjung bisa juga melihat barang-barang apa yang jadi komoditas perdagangan pada zaman dulu seperti rempah dan kerajinan keramik.
row, row, row, your boat...
Begitu melewati museum ini, pengunjung pun mulai masuk ke wilayah akuarium. Ya bisa dibilang semacam kalau kita masuk SeaWorld di Ancol. Suasananya remang-remang, jadi kurang bagus untuk ambil gambar. Akuarium ini juga punya terowongan akuarium, pengunjung bisa berjalan sambil melihat ikan-ikan berenang di atasnya. Bagus sih, menarik... dan lebih besar dari akuarium yang di Ancol hehehe... Selain itu, pembagian akuarium di wilayah S.E.A ini didasarkan pada wilayah perairan tempat ikan berasal. Jadi ada yang dari Selat Karimata misalnya, atau Laut Andaman, dan lain sebagainya. Uniknya lagi, ada satu tempat di mana kita bisa berjalan, dan di bawah kaki kita itu akuarium tembus pandang. Jadi, sambil jalan kita bisa lihat ikan hiu kecil berenang di bawah kaki kita. Sayangnya, karena gelap, jadi nggak bisa ambil gambar.

Di S.E.A Aquarium ada Ikan Pari Manta, jadi ikan pari manta katanya udah jadi spesies langka dan S.E.A Aquarium jadi salah satu yang meneliti pola migrasi spesies laut ini. Ikan Pari Manta sendiri juga sebenarnya ada di wilayah perairan Indonesia. (paragraf ini ditulis berdasarkan hasil tulisan yang ada pada alamat berikut untuk melengkapi informasi)

Satu hal lain yang jadi kebanggaan tempat wisata ini juga adalah akuariumnya yang super-duper-besar. Lensa kamera saya nggak berhasil menangkap keseluruhan lebarnya kaca akuarium di bawah ini.
Open Ocean Exhibit
Sebelum menyudahi perjalanan di S.E.A Aquarium, kita merasakan teater 4D dulu. Nama show-nya Typhoon Theatre. It costs S$3 to experience being in a ship and go through the typhoon. Karena nonton show ini, baju, rambut, tas, lumayan juga kena basah-basah air badai dan lumayan juga bisa bikin masuk angin itu angin artifisial. Untuk yang suka nonton 4D, mungkin bisa dicoba, tapi gue sendiri setelah menonton ya merasa biasa saja. You can skip it, but it's okay to watch it anyway.

Setelah keluar dari S.E.A Aquarium, tujuan selanjutnya adalah Madame Tussaud. Museum ini menyuguhkan patung-patung lilin tokoh-tokoh penting di dunia yang (sepertinya) sesuai ukuran aslinya. Jadi, di sana, pengunjung bisa foto-foto dengan artis Hollywod, artis K-Pop, Bruce Lee, dan atlit-atlit cem David Beckham. Lumayan untuk foto pose lucu-lucuan. 

Posisi Madame Tussaud ini ada di atas bukit (?) Kayaknya sih dekat ya dari stasiun MRT Imbiah. Tapi karena kita pikir bisa jalan kaki, why not? Ayolah hajar. Jadilah kita setelah tanya petugas di sana soal posisi Madame Tussaud ini, kita naik-naik ke puncak gunung pakai eskalator hehehe... Kita sempat ngelewatin Festive Walk, pertokoan dan restoran yang ada deket resort. Terus naik tangga lagi, ke daerah yang ada foodcourt. Sebenernya, saat keluar dari S.E.A itu sudah jam makan siang. Tadinya malah berpikir mau makan dulu di KFC, tapi mengurungkan niat karena sepaket bisa kena 8 dolar sendiri :( karena gak laper-laper banget, ya udah, skip dulu aja makannya.

Kemudian di daerah yang ada tulisan Sentosa yang gua pajang di atas, kita bisa melihat patung Merlion. Ada yang menyebut patung ini sebagai Daddy Merlion, patung Merlion yang paling besar di negara itu. Kalau mau, pengunjung bisa masuk ke dalam patung ini, bahkan naik sampai ke bagian kepala dan mulutnya. Tapi kami enggak masuk, jadi foto aja dari luar. Barulah kami melanjutkan perjalan naik-naik ke puncak gunung ini demi ke Madame Tussaud.

Merlion Plaza
 Posisi Madame Tussaud ini emang benar ada di sektiaran Imbiah. Dari Madame Tussaud, kita bisa lihat Tiger Sky Tower yang juga jadi salah satu atraksi di Sentosa. Rute sebenarnya kalau mau ke Madame Tussaud harusnya Image of Singapore LIVE dulu, kemudian ada boat ride, baru masuk ke dalam museum Madame Tussaud-nya. Tapi entah kenapa, pas hari kami datang, kami naik boat ride dulu baru masuk ke dalam Madame Tussaud dan terakhir menyaksikan Image of Singapore. Okelah, nggak apa. Setelah tiket fisik kami ditukar dengan tiket fisik museum Madame Tussaud, kami diantar petugas untuk naik boat di sungai artifisial. Di sana kami berkeliling dan menyaksikan perkembangan Singapura. Ada rumah adat orang peranakan, ada miniatur Gardens by The Bay, ada mobil F1 juga yang mungkin menunjukkan bahwa di Singapura punya sirkuit sendiri... Nah... boat ride ini berlangsung kurang lebih 5 menit, dan suasananya memang remang-remang juga, jadi susah ambil foto (lagi). Setelah itu, marilah masuk ke Madame Tussaud.
Om Khun
Di Madame Tussaud ya seperti yang sudah dibilang di atas, ada patung lilin tokoh-tokoh dunia. I'm amazed when I found Soekarno's figure here! Gue bahkan baru tau Soekarno dibuat juga patung lilinnya. And I'm amazed that Barrack Obama is really tall! Most of the photos I took here were photos of us with the wax figure so... I can't really post it here hehe...

Image of Singapore LIVE actually were pretty cool. Benar-benar seperti teater karena orang-orangnya berakting betulan, bahkan ada bulenya. Di sini, sejarah Singapura dijelaskan secara langsung oleh aktor-aktor ini. Yang gue salut adalah mereka kayaknya udah muka tebal sekali dalam memerankan karakter mereka. Dan yang pasti juga, hafal dengan sejarah Singapura. It took around 40-60 minutes in Madame Tussaud and another 40 minutes in Image of Singapore LIVE. It was worth it to go to those attractions. But, I can't take picture much in Image of Singapore since we need to keep on moving from one place to another also they prohibit us from taking video.

This is the end of the part one. These are spoilers for the next part two. It's 4 in the morning and I need to catch some sleep before working again ㅜㅜ
바다
looking at this in the dawn isn't good :( esp. when you haven't eat since last night :(
Sampai jumpa di post selanjutnya!

1.30.2017

1st Day in Xin Jia Po (Singapore): Live While We're Young!

After checking-in, putting away our luggage, clearing things, we began our first day in Singapore. Yeah!

So our destination on the first day were: Chinatown (for eat), Singapore City Gallery (just spent about 10 minutes here), Red Dot Design Museum, Merlion Park, Esplanade, and Orchard Road.

Because we haven't eat our lunch, we decided to find something to eat in Chinatown. I don't know if I can say this or not but Chinatown felt like Pasar Baru for me. In Chinatown, there were so many Chinese New Year's ornament and people started selling things for CNY like cheongsam, angpao, sunflower seeds, and things you usually find in your relatives home in CNY.
Pasar Ba--eh Chinatown
Chinatown wasn't that crowded by the time we arrived. Probably because it was still 4 p.m in the afternoon so I thought some place just opened for business. Chinatown was busier on the night time, I can't even walk properly when I visited there at night.
Chinese New Year's Ornaments, here and there... (Chinatown)
After going from ujung to ujung, we finally made our choice. Gitta ate Hainanese Chicken Rice and the price is about S$6 or S$5,50, I forgot about it.
Hainanese Chicken Rice, you can never go wrong with this...
And I decided to eat Minced Pork Noodles. It costs S$4,50 and to be honest I picked the wrong menu. The noodles and the soup were indeed good, but... the meat wasn't my favorite because I indeed a picky-eater when it comes to meat. But after all, we were full and ready to go!
Sorry, non-halal. But there is prawn noodles too!

We decided to go to Red Dot Design Museum after grab our late-lunch. And luckily, Singapore City Gallery is nearby too! I've wanted to go to those places because people said it was worth to see. The first place we went to was Singapore City Gallery. But, too bad, by the time we arrived, the 2nd floor which was the exhibition room, already close because it was already past 5 p.m. We only got to see some things on the first floor and also Singapore's miniature! 

Singapore City Gallery looks like an office tower. But it is a gallery. I'll explain later on because we decided to go here again in our 3rd day. 

Bench, they said. It was in Singapore City Gallery.
So, Red Dot Design Museum is located nearby Singapore City Gallery. It took around 2-3 minutes to walk by foot to go to here. The building is kind of eye-catching with its red-colored and it's a photogenic zone (?) haha...


To go inside the gallery, we have to pay S$8 / person and after that we can see unique things. But, I didn't recommend this place if you aren't interested in design or tech. We just saw some arts, some things like Tupperware inside the box, refrigerator which has been transformed into a smart one, modern wine cellar, iPhone three-five-five-C and iPad and so-on, big umbrella, and... the lamp. We spent our $8 just like that. To take photo of things and even make funny poses. Thank you, Red Dot!
You can stand under my umbrella, ella, ella, ella, eh eh eh~
The next destination was, Merlion Park! Yeah, that legendary and a-must-visit-place-to-take-photo-with that famous Merlion statue (fyi, the bigger Merlion is in Sentosa Island). People go here to make funny poses and well, taking photos in front of Marina Bay Sands building across the river.

We went there using MRT from Tanjong Pagar Station (it is the nearest station from Red Dot Design Museum and Singapore City Gallery) and I forgot if we got off in City Hall Station or Raffles Place Station. Either way, you still can walk by foot to Merlion Park because it is walking-able (?) and the air condition is better than Jakarta so it was nice!

What I remembered was we need to walk by foot to go to Merlion Park from the station we got off because... we didn't have internet connection so we can't really check on if we're going to the right direction. We depend on the signboard here and there. The nice thing about Singapore is the signboard is very clear and it is very accurate so don't be afraid if you don't know your way. Really.
Merlion Statue
Finally, we arrived in Merlion Park! As we've predicted, people flooded this place and many of them were foreigners. I did hear Thai, Korean, Chinese, Melayu, Indonesian... Most of them were taking pictures in front of Merlion or Marina Bay Sands building.

So, I didn't get to take photos with funny pose here but I just like to take pictures around the statue itself. We just took a commemorate photo and then walked away, crossed the bridge, and just enjoyed the wind-breeze and the sunset.

We decided to take a rest near Esplanade and watched the skyline. The weather was cool and the sunset was nice. I really embraced my time here because I felt calm only to look at the river and the lights. There weren't so many people here so it was nice. People usually went here with their camera and tripod. Probably trying to take photos with long exposure which I tried it too and failed cause I didn't use tripod. I ended up chit-chatting with Gitta, taking selfies, and felt the wind-breeze.
View from Esplanade.
It was 7.30 P.M and we felt that the night was young. We decided to hit Orchard Road hahaha... We took MRT from Raffles Place Station and get off at Somerset Station. We actually want to visit a bookstore and grab our dinner. I remembered entering Takashimaya where we got to  visit Kinokuniya but... we didn't buy thing or grab our dinner. So we just wandered in Orchard Road... observing the night-life (I mean people eating in the restaurant after work hahaha...) and went back to our hostel.
Yeah, it's Orchard Link, not Orchard Road.
We managed to grab our dinner in the nearest 7-11, ate them in our hostel while using internet and enjoying free coffee and tea. Thanks Adler Hostel, for providing us with such good services.

The reason why I wrote the title "Live While We're Young!" was because that day, we forgot that we just arrived in the afternoon and without taking a rest, we went straight to places until night... I thought we walked for 24.000 or more steps that day! Well, all that we know that time was the night is still young, why bother to go home? Lol.

Expense on first day:
Red Dot Design Museum ticket = S$8
Late-Lunch = $S4,50
Dinner (Sandwich from 7-11) = S$2,90
EZ-Link Transport Card = S$12
Single-trip Ticket from Changi to Chinatown (before buying EZ-Link) = S$2,50
Total = S$29,90


So, yeah. Broke. ㅜㅜ

My next post will tell you about our second day in Singapore. So see you around!

(Nb. excuse me for the wrong grammar if any)

Short Getaway: Singapore (January 19th - 22nd, 2017)

Merlion Park
I went to Singapore last week. Actually, it was an unplanned trip. I just wanted to use my passport once before it expired. I have never been travelling overseas, so when I want to go somewhere without visa, I immediately think I should go to the nearest country from Indonesia, Singapore. The plane ticket to Singapore isn't as expensive as the other countries and sometimes if you're lucky enough, you can get promo ticket. I planned this trip in December and decided to invite my friend, Gitta, to come with me since she went there for few times. Luckily, she said she'd like to go. So... yeah... we finally bought the airplane tickets and booked the hostel.

We decided to book the ticket for January 19th and January 22nd. We booked our ticket from Traveloka and got promo price (I think) from Tiger Air. After thinking about where to stay, Gitta suggested a hostel in Chinatown called Adler Hostel, we read the information in Agoda website and it turned out we picked the right hostel. I definitely recommend this hostel to others who wants to stay in Singapore, especially to those who likes to go on backpacking. We booked the female-only room and we've got internet connection also breakfast during our stay :)

So, on January 19th, Gitta and I met at Soekarno-Hatta Airport in the morning even though our flight took time in 11.30 A.M. We've got chit-chatting for hours and again planned where to go. When it's time to board on, the sky turned a bit cloudy and it rained for a bit. I was worried for a little while since I've got headache the last time I rode on an airplane in a not-so-good weather.

Taken before flight
Thanks God, the rain stopped and the weather was good up there. Got a nice flight and safely arrived in Changi Airport! :)

Too bad, I couldn't snap moments in Changi because we were hungry and all that we want was finding our hostel as soon as possible. So, we went straight to the MRT Ticket Machine to reload our transportation card but things happened and I ended up buying a new card for SGD 12 (around IDR 113.000). Well, actually my friend suggested me to buy Singapore Tourist Pass (STP) but we didn't buy it. Hm, I can't really say if STP is cheaper for me because I didn't travel a lot here, and we didn't manage to get on the bus. But if you plan to go here and there, STP is cheaper.

After reloading our transportation card, we rode the MRT and went straight to Chinatown. This was my first time riding on subway so, it was such an interesting experience for me :D

I'll tell more in the next post about the places we've visited, the food, and maybe our expense. See you around :)

Updated!

First day in Singapore

Second day in Singapore [PART 1]
Second day in Singapore [PART 2]
Third day in Singapore [PART 1]
Third day in Singapore [PART 2]

1.03.2017

Perenungan Tahun Baru

Meninggalkan 2016, perasaan gue sebenarnya cukup terombang-ambing. Mengingat di awal bulan Januari 2017 gue harus menghadapi sebuah kenyataan yang bittersweet (dan berdoa agar ini berakhir sweet #ea) dan sesungguhnya belum ada goals tertentu untuk tahun 2017 mau mencapai apa.

Kalau gue bercermin ke tahun 2016, gue merasa banyak hal yang kecil-kecil namun indah sekali. Sayangnya, gue nggak sempat merenung pada malam tahun baru atau mengingat kejadian lampau pada malam-malam sebelumnya. Gue baru bisa melakukan ini dalam perjalanan sepulang dari gereja dan saat perjalanan pergi ke satu tempat pada tanggal 1.

Mengingat 2016, gue menyadari sebagai manusia gue merasa masih sangat kurang. Resolusi yang gue tuliskan di awal tahun akhirnya harus menghilang di tengah-tengah karena gue tidak giat (jujur) dan memang belum punya kesempatan. Baru malam hari ini gue menyadari bahwa resolusi yang gue tuliskan itu sebenarnya ambisi sendiri berkedok resolusi. Tidak digumulkan, cuma didoakan setelah menulis supaya dilancarkan oleh Tuhan. Ada beberapa yang gue pikir saat ini, mungkin gue tulis hal tersebut karena gue iri pada pencapaian orang lain, ada resolusi yang gue tulis terlalu muluk, percaya gue bisa tapi berujung dengan gue bersandar pada kekuatan sendiri dan gagal, ada resolusi yang gue tulis hanya karena gue ingin, tapi tanpa tahu apa tujuannya. Let me tell you, when you don't have something called purpose, ambyar sudah semua resolusimu, nak.

Dari sekian banyak canda tawa air mata pada tahun 2016, ada beberapa hal yang gue ingat...

1. Gue bisa selamat lulus sidang skripsi pada bulan Juni 2016. Ini out of target sebenernya. Gue menargetkan April 2016 skripsi kelar, namun ternyata bulan Juni pun gue masih sibuk revisi. Huft. Tapi, puji Tuhan, Ia masih memimpin, menyemangati, memberi kekuatan, di tengah-tengah keputus asaan gue mengerjakan skripsi. Puji Tuhan, banyak teman-teman yang mengingatkan dan saudara yang membantu proses setelahnya.

2. Menyandang gelar sarjana.

3. Belum lulus, sudah bekerja. Ya walaupun gue sebelumnya mengajar, tapi ini gue beneran dipekerjakan di perusahaan. Perusahaan komik dan nanti bakal bikin webtoon. Pekerjaan gue berawal dari jadi freelancer dan kemudian sekarang sudah jadi penerjemah kontrak. Gue mulai bekerja April 2016 dan... senang dapat berada di lingkungan yang friendly dan welcome. Bahkan bosnya baik sekali :")

4. Baru ingat juga, Tuhan memperkenankan untuk gue menjadi speaker (bukan, bukan benda berwarna hitam itu) pada sebuah acara di SMP gue. Gue yang cuma butiran debu kosmos diminta mengajarkan anak-anak SMP tentang sebuah tujuan (yang mana kadang aja gue merasa masih gagal mencapai tujuan, huft). Intinya sih sebenernya lebih ke sharing pengalaman pribadi tentang bagaimana dulu gue belajar dan lain-lain.

5. Selain jadi speaker, pelayanan ini kemudian berlanjut di acara retreat SMP pada bulan September 2016. Awalnya ditawari, sempet galau, kemudian temen gue mendukung buat ikut. Akhirnya gue iyakan. Gue menjadi pemimpin kamar untuk putri-putri kelas 8 dengan latar belakang macam-macam. Main-main sama anak SMP (membuat gue merasa awet muda) dan ya luar biasa pokoknya lah.

6. Dikirimi e-mail oleh FIFA. Yap.. gue tau mungkin ini hanya e-mail yang juga dikirim ke ratusan ribu orang bakal calon volunteer untuk Piala Dunia 2018. Tapi... gue bahagia melihat e-mail dari FIFA sempat mampir ke kotak masuk gue :")

Gue nggak bisa mengingat hal lainnya, ini adalah enam hal yang paling berkesan buat gue selama 2016. Gue juga nggak akan bisa menggapai semua ini kalau nggak karena anugerah-Nya.

Jujur, malam ini gue jadi kepikiran. Selama ini resolusi yang gue buat kayaknya nggak pakai acara nanya Tuhan. Maunya bikin, Tuhan tinggal accept aja. Bantu lancarkan. Seringkali kita maunya "inginku" dan bukan "ingin-Nya". Lupa kita nanya "Tuhan, tahun ini, Kau mau memakaiku untuk apa?". Gue kepikiran ini setelah pembacaan Firman Tuhan kemarin.
Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! (Roma 11:36 TB)
Tercipta sebab karena Tuhan, untuk Tuhan, dan kepada Tuhan. Demikianlah diri ini seharusnya. Bukan lagi aku, tapi Dia. Bukan lagi inginku, tapi ingin-Nya.  Bahwa segala yang keinginan gue seharusnya berlandaskan keinginanNya, makanya kudu tanya, bukan sekedar buat acc.

Jadi, tahun ini lo mau ngapain Le? Semoga segera diterangi untuk tahu apa yang harus dilakukan bagiNya pada tahun 2017 ini.